Suara.com - Sepuluh anak tewas tersambar petir di sebuah kota terpencil di Uganda dekat perbatasan Kongo Uganda pada Kamis (27/7/2020).
Menyadur ABC News, anak-anak yang menjadi korban sambaran petir usianya berkisar antara 9 hingga 16 tahun.
Insiden tersebut terjadi ketika mereka berlindung dari hujan di rumah beratap ilalang saat petir menyambar pada Kamis malam.
Saat kejadian, mereka sedang bermain sepak bola di lapangan terdekat, kata Josephine Angucia, juru bicara polisi di wilayah Nil Barat Uganda. Empat anak lainnya terluka.
Baca Juga: Uganda Umumkan Kematian Pertama Akibat Virus Corona
Sambaran petir mematikan biasa dilaporkan di negara Afrika Timur tersebut selama musim hujan yang diikuti petir menggelegar.
Menurut para peneliti di Universitas Tel Aviv, Afrika mengalami badai petir yang lebih besar dan lebih sering karena suhu global meningkat.
Benua Afrika sudah memiliki banyak titik petir di dunia, dengan badai yang bisa sangat merusak dan terkadang mematikan.
Menurut laporan New York Times, pada bulan Februari tahun ini, sebuah kelompok konservasi melaporkan bahwa empat gorila gunung langka tersambar petir di Taman Nasional Mgahinga, Uganda.
Bencana sambaran petir paling besar terjadi pada tahun 2011, sebuah sekolah dasar di negara yang sama tersambar petir yang menewaskan 20 anak dan melukai hampir 100 orang. Banyak ruang kelas, terutama di daerah pedesaan, tidak dilengkapi dengan penangkal petir.
Baca Juga: Warga Uganda Lebih Banyak Dibunuh Polisi Ketimbang Virus Corona
Korban massal seperti itu jarang terjadi. Tetapi ahli meteorologi bertanya-tanya pada saat itu apakah badai petir menjadi lebih umum di Afrika pada era perubahan iklim.
Jawabannya, menurut penelitian baru, yang diterbitkan pada bulan Januari di American Meteorological Society's Journal of Climate, adalah ya.
Menurut temuan peneliti, peningkatan suhu di Afrika selama tujuh dekade terakhir berkorelasi dengan badai yang lebih besar dan lebih sering.
"Petir adalah pembunuh nomor 1 ketika kita berbicara tentang cuaca di negara tropis," kata Colin Price, profesor Ilmu Atmosfer di Universitas Tel Aviv dan penulis utama studi tersebut.
Tidak ada data terorganisir untuk korban sambaran petir yang mencakup seluruh Afrika, tetapi studi 2018 di delapan negara menyebutkan jumlah kematian sekitar 500 per tahun.
Secara global, diperkirakan berkisar dari 6.000 hingga 24.000 kematian per tahun.