Suara.com - The Indonesian Institute (TII) menemukan adanya praktik politik dinasti di 30 daerah dari 270 daerah yang menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020.
Dari puluhan daerah itu ditemukan 52 bakal calon masih memiliki hubungan kekerabatan dengan aktor politik.
Manajer Riset dan Program TII, Center for Public Policy Research, Arfianto Purbolaksono mengatakan, hal tersebut berdasarkan hasil temuan pengamatan di media massa dari tanggal 10 sampai dengan 14 Agustus 2020.
"Di 30 daerah tersebut sebanyak 52 orang bakal calon masih memiliki kekerabatan dengan aktor politik di tingkat daerah maupun pusat," kata Arfianto dalam acara The Indonesian Forum (TIF), Kamis (27/8/2020).
Baca Juga: Petahana Pilkada Pandeglang Cari Lawan, Tak Mau Lawan Kotak Kosong
Kemudian kalau berdasarkan tingkatan dalam Pilkada, 71,15 persen bakal calon tersebut akan berlaga di tingkat Kabupaten, 25 persen bakal calon di tingkat Kota dan 3,85 persen akan mencoba peruntungannya di tingkat Provinsi.
Kalau dilihat berdasarkan status hubungan kekerabatan, ditemukan sebanyak 23 orang bakal calon berstatus sebagai anak, sebanyak 16 orang berstatus sebagai istri, sembilan orang berstatus sebagai adik serta sisanya 4 orang berstatus sebagai kerabat dekat lainnya.
Ada hal menarik lainnya dalam temuan itu. Di mana enam orang dari 23 bakal calon yang berstatus sebagai anak ialah berusia di bawah 30 tahun atau merepresentasikan kelompok milenial.
Lalu, tujuh dari 16 orang yang berstatus istri merupakan istri dari bupati yang akan habis masa jabatannya.
"Hal ini mungkin bisa menjadi diskusi menarik, satu sisi positif bagi representasi politik perempuan dan kelompok milenial," ujarnya.
Baca Juga: Pasangan Bajo Jadi Lawan Gibran di Pilkada Solo, Pengamat; Calon Boneka
Akan tetapi di sisi lain, keberadaan mereka itu juga dapat menjadi alat untuk mempertahankan dinasti politiknya.
Bakal Calon Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramono, yang juga merupakan anak dari Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung, membantah hal tersebut.
Ia menilai politik dinasti menjadi stigma karena ada penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada masa lalu.
"Untuk mematahkan stigma yang ada, saya pribadi membuat program-program inovasi misalnya dalam bidang pertanian, bernama DITO, yaitu Desa Inovasi Tani Organik. Selain itu saya juga membuat program Desa Inovasi Teknologi," ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Ratna Dewi Pettalolo mengatakan, pihaknya telah melakukan langkah-langkah persiapan untuk Pilkada 2020, termasuk terkait dengan politik dinasti.
Bawaslu disebutkannya sudah melakukan deteksi dini untuk calon kepala, misalnya petahana dan bakal calon yang memiliki relasi dengan kekuasaan.
"Ada sejumlah calon yang berrelasi dengan presiden, misalnya calon di Solo dan Medan, serta anak wakil presiden, di Pilkada Tangerang Selatan," tutur Ratna.
Untuk mengantisipasinya, Bawaslu juga telah berkerjasama dengan Kemendagri dan KPK mengingat lembaga tersebut memiliki keterbatasan.
"Namun, tetap memperbesar kapasitas kelembagaan kami. Tantangan besar dalam proses yang dilakukan misalnya terkait politik uang, mahar politik, dan penggunaan fasilitas negara. Karena berbagai tantangan yang ada kami sangat membutuhkan kerjasama dengan pihak lain," pungkasnya.