Suara.com - Baru-baru ini, stasiun televisi swasta, RCTI dan iNews TV, mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Mereka menganggap pasal tersebut membikin ketidakpastian hukum.
RCTI dan iNews TV meminta agar penyedia layanan siaran melalui internet turut diatur dalam beleid tersebut. Kalau judicial review tersebut dikabulkan MK, publik tidak bisa bebas lagi membuat konten video di media sosial ataupun platform berbasis internet yang lainnya.
Gugatan yang dilayangkan raksasa bisnis media itu menjadi pembahasan hangat di media sosial sepanjang hari ini. Bahkan, Samijan alias Mbah Mijan, paranormal yang aktif bermedia sosial ikut bersuara.
"Jika gugatan RCTI dikabulkan, publik tak bisa tampil live di media sosial." Sebaiknya, budaya ke-trigger judul berita, sudah harus dimusnahkan dari muka bumi. "Jika kamu ada di sampingku, akan aku cium ubun-ubunmu." Bisa kapan-kapan kecium atau tidak sama sekali," kata Mbah Mijan melalui akun Twitter @mbah_mijan yang dikutip Suara.com.
Baca Juga: Ramai Gugatan RCTI, Warganet: Bisa Masuk Penjara Gegara Live Instagram?
Sedangkan dalam menanggapi upaya hukum yang dilakukan RCTI dan iNews TV tersebut, komika Ernest Prakasa melalui akun Twitter @ernestprakasa hanya menulis: "JRENG JRENG!"
Beragam ulasan disampaikan netizen dalam merespon apa yang dilakukan kedua stasiun televisi itu. Ada yang pro dan ada pula yang kontra.
"Wajar dengan tuntutan RCTI, karena bagaimana pun pada saat ini TV harus bersaing dengan media siaran online yang memiliki aturan yang longgar, sedangkan mereka diikat dengan aturan ketat, yang akan membuat mereka lebih sulit untuk membuat konten yang menarik," kata @novitcatuur.
Sedangkan netizen dengan akun @ambivertman_ menyarankan di zaman seperti sekarang media konvensional mau tidak mau harus cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan kalau tak ingin dilibas.
"Hhm. Menarik juga untuk diulas. Sebagai orang yang menimba ilmu bidang jurnalistik, saya beranggapan sebaiknya media konvensional seperti tv sharusnya mengikuti perkmbngn industri media atau berkonvergensi. Media tv hanya menunggu ajalnya saja seperti koran dan radio kalau tidak pandai berbenah," kata dia.
Baca Juga: Warganet Riang Terima Subsidi Gaji Rp 600 Ribu, Pengangguran Gigit Jari
Apa kata pemerintah?
Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebut apabila permohonan pengujian UU Penyiaran dikabulkan, masyarakat tidak lagi bebas memanfaatkan fitur siaran dalam platform media sosial karena terbatasi hanya lembaga penyiaran yang berizin.
"Perluasan definisi penyiaran akan mengklasifikasikan kegiatan seperti Instagram TV, Instagram Live, Facebook Live, Youtube Live, dan penyaluran konten audio visual lainnya dalam platform media sosial diharuskan menjadi lembaga penyiaran yang wajib berizin. Artinya, kami harus menutup mereka kalau mereka tidak mengajukan izin," ujar Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kominfo Ahmad M. Ramli secara virtual dalam sidang lanjutan di Gedung Mahkamah Konstitusi.
Apabila kegiatan dalam media sosial itu juga dikategorikan sebagai penyiaran, maka perorangan, badan usaha, ataupun badan hukum dikatakannya akan dipaksa memiliki izin menjadi lembaga penyiaran.
Selanjutnya perorangan atau badan usaha yang tidak dapat memenuhi persyaratan perizinan penyiaran itu menjadi pelaku penyiaran ilegal dan harus ditertibkan oleh aparat penegak hukum karena penyiaran tanpa izin merupakan pelanggaran pidana.
Belum lagi pembuat konten siaran melintasi batas negara sehingga tidak mungkin terjangkau dengan hukum Indonesia.
Ramli mengakui kemajuan teknologi yang pesat memungkinkan terjadinya konvergensi antara telekomunikasi dan media penyiaran, tetapi usulan agar penyiaran yang menggunakan internet termasuk penyiaran disebutnya akan mengubah tatanan industri penyiaran dan mengubah secara keseluruhan UU Penyiaran.
Solusi yang diperlukan, menurut dia, adalah pembuatan undang-undang baru oleh DPR dan pemerintah yang mengatur sendiri layanan siaran melalui internet.