Suara.com - Komisaris Utama PT. Pertamina (persero) Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dinilai sudah gagal membawa Pertamina ke puncak.
Ketika harga minyak dunia anjlok, harga BBM di Indonesia tak mengalami penurunan, terutama premium dan Pertalite. Padahal premium paling banyak dikonsumsi masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Ditambah lagi, pada semester pertama tahun 2020 ini, perusahaan pelat merah itu mengalami kerugian yang nilainya fantastis: sekitar Rp11 triliun.
Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies Jerry Massie ketika dihubungi Suara.com, Rabu (26/8/2020).
"Minyak anjlok 0 dollar harusnya BBM ikut turun. Di Cina saja Sinopec justru labanya naik dari 14,76 miliar yuan jadi 19,78 miliar yuan. Begitu pun di negeri Kincir Angin Belanda yakni Shell labanya memang turun dari US$3,5 miliar, namun mereka masih untung US$2,9 miliar. Bahkan Petronas, juga masih mencetak laba US$4,5 miliar, walau turun dari laba US$14,2," kata Jery.
Baca Juga: Pertamina Merugi, Roy Suryo Komentari Ahok
Sebelumnya, mantan menteri perekonomian era Gus Dur, Rizal Ramli, sudah mengingatkan bahwa Ahok kurang tepat dan kurang kompeten duduk di Pertamina. Tetapi, kata Jerry, peringatan itu tak dihiraukan dan buntutnya sekarang perusahaan tersebut dinilai Jerry buntung, bukan untung.
Ahok, menurut Jerry, telah mencatatkan sejarah kelam, dimana dalam 10 tahun terakhir perusahaan pelat merah itu rugi besar.
"Tapi apakah dia akan gentlemen mundur? Kalau saya jadi dia saya bakal mundur. Persoalannya di bangsa ini jarang ada pejabat gagal lantas mengundurkan diri," kata Jerry.
Pada bulan Februari lalu, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyatakan heran kenapa ada yang mendesak Ahok mundur dari Pertamina, padahal menurut penilaian Luhut kinerja Ahok bagus.
"Saya kira Ahok harus bertanggung jawab atas kerugian Pertamina. Kalau bukan dia siapa lagi yang paling bertanggung jawab," kata Jerry.
Baca Juga: Novel: Ahok Itu Hanya Buat Gaduh Terus, Nggak Bisa Kerja, Koar-koar Saja
Beberapa waktu yang lalu, Fortune mengumumkan lagi daftar 500 perusahaan dengan pendapatan terbesar di dunia atau Fortune Global 500 tahun ini.
Di antara 500 nama perusahaan itu, tidak ada lagi nama Pertamina. Padahal, pada tahun lalu, perusahaan milik negara ini berada di peringkat 175. Perusahaan ini ketika itu menjadi satu-satunya perusahaan dari Indonesia yang masuk daftar Fortune.
Terdepaknya Pertamina dari daftar Fortune juga dinilai menjadi indikator Ahok kurang berprestasi.
"Lebih parah lagi terdepak dari 500 peringkat majalah Fortune. Apalagi yang perlu dibanggakan lagi dengan Pertamina. Jadi saya mau bilang Ahok gagal nahkodai Pertamina," katanya.