Suara.com - Pengamat politik Rocky Gerung menyoroti gerak-gerik bahasa tubuh Menkopolhukam Mahfud MD hingga tas Hermes jaksa Pinangki, saat membahas insiden terbakarnya gedung Kejaksaan Agung.
Rocky menilai, Mahfud MD terlihat gelisah saat menjelaskan soal kebakaran tersebut saat mengisi acara Indonesia Lawyers Club di TV One secara bersamanya, Rabu (25/8/2020).
"Tadi Pak Mahfud MD dengan bahasa tubuh yang secara psikologissaya perhatikan itu sebetulnya gelisah untuk memilih kalimat, sehingga dia cuma ngomong pendek itu. Biasanya panjang lebar itu sebagai profesor, tapi dia ngomong ringkas sekali dan terlihat kegelisahan," kata Rocky.
Mantan dosen Universitas Indonesia itu kemudian mencoba menganalisis makna bahasa tubuh Mahfud MD menggunakan metode yang sering yang digunakan oleh Bantan Intelijen Negara (BIN).
Baca Juga: Rocky Gerung: Bukan Kejagung yang Terbakar tapi Pasar Gelap Keadilan
"Saya mau coba menafsirkan dengan memakai ilmu BIN, yang namanya hermeneutics of suspicion, menafsirkan kecurigaan, hal yang standar dalam cara berfikir intelijen," kata Rocky.
Ia kemudian mengungkit peristiwa beberapa hari sebelum kebakaran itu terjadi. Perisnya, ketika Mahfud MD diundang ke sebuah acara rilis hasil survei tingkat kepuasan rakyat kepada Presiden Joko Widodo.
"Tiba-tiba SMRC mengeluarkan hasil survei dan dihadiri oleh Mahfud MD, hasinya mengatakan 65-73 persen rakyat Indonesia percaya bahwa Presiden Jokowi mampu mengatasi krisis ekonomi dan krisis covid," ungkap dia.
Rocky lantas mempertanyakan keberadaan Mahfud MD dalam acara rilis hasil survei tersebut.
"Kenapa Mahfud MD ada di situ? Tentu diberi tahu lebih awal bahwa angkanya 73 persen. Rilis itu kemudian memperlihatkan ada upaya pemerintah untuk memoles citranya," sentil Rocky Gerung.
Baca Juga: Pakar Fire Safety: Kantor Pemerintahan Belum Penuhi Standar Keselamatan
Ia lantas mengartikan bahwa momen itu menunjukkan ada opini publik yang dipermainkan.
"Artinya opini publik ini dipermainkan oleh kekuasaan seolah-olah metodologis statistik tapi kita tahu di belakang itu udah diguyur dulu. Jadi sembako udah jalan dulu baru ditannya puas enggak?" kritik Rocky.
Rocky kemudian kembali mengungkit istilah hermeneutics yang tadi disebut. Ia mengartikan secara filosofis makna kata tersebut dan hubungannya dengan peristiwa yang terjadi di Kejaksaan Agung.
"Hermeneutics datang dari kata Hermes. Hermes itu dewi (Yunani) yang dapat tugas untuk menafsirkan perintah langit kepada manusia, dan sebaliknya keinginan manusia pada Tuhan. Namanya Hermes bacanya ermes dan sekarang jadi tas merek mahal, Hermes," jelas filsuf 61 tahun tersebut.
Ia lantas mengaitkan Hermes dengan tas mahal jaksa Pinangki, jaksa yang terlibat kasus penerimaan suap terkait tindak pidana korupsi Djoko Tjandra.
"Hermes itu sekarang ada di gedung Kejaksaan enggak? Ada, bukan sebagai dewi tapi sebagai tas jaksa Pinangki. Saya duganya begitu," sebut Rocky.