Suara.com - Pertamina rugi Rp 11,13 triliun. Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang menjadi Komisaris Utama perusahaan BUMN tersebut banjir kritik, termasuk dari anggota DPR RI Fraksi PKS (FPKS), Mulyanto yang menyinggung pernyataan lama Ahok soal Pertamina yang ditinggal merem sudah untung.
Mulyanto menilai bahwa selama Ahok menjabat sebagai komisaris utama, Pertamina nyaris tidak memiliki prestasi.
"Pekan lalu kita dengar kabar Pertamina tidak masuk daftar Fortune Global 500. Sekarang yang terbaru Pertamina rugi Rp 11.13 triliun di semester pertama tahun 2020," kata Mulyanto dikutip Suara.com dari lama resmi fraksi.pks.id, Rabu (26/8/2020).
Wakil Ketua FPKS Bidang Industri dan Pembangunan tersebut mempertanyakan kinerja Ahok selama menjabat di Pertamina.
Baca Juga: Transformasi Mobil Ahok Sebelum dan Sesudah Jadi Komut Pertamina, Mewah!
Ia lantas mengungkit pernyataan lama Ahok yang menyebut bisa memperbaiki Pertamina.
"Waktu itu Ahok bilang, merem saja Pertamina sudah untung. Asal diawasi. Nah, kalau sekarang Pertamina rugi, artinya apa? Apa Ahok tidak mengawasi? Kok nyatanya Pertamina bisa rugi," ujar Mulyanto.
Anggota DPR RI Komisi VII itu menjelaskan bahwa secara teori seharusnya Pertamina untung di semester pertama tahun 2020 ini.
Sebab menurutnya, di saat harga minyak dunia anjlok ke angka yang paling rendah sepanjang sejarah, Pertamina tidak menurunkan harga BBM sedikitpun. Termasuk harga BBM non-subsidi yang harganya mengikuti harga minyak dunia.
"Secara perhitungan kasar, Pertamina harusnya untung besar," ujar mantan Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian era Presiden SBY ini.
Baca Juga: Mustofa: Beliau Cocok Jadi Bapak Bangsa, Kecerdasan Ahok di Atas Rata-rata
Mulyanto menduga ada faktor non-teknis yang menyebabkan Pertamina mengalami kerugian besar. Ia meminta agar pengawasan terhadap Komisaris Utama ditingkatkan.
Ia juga menyarankan agar Komisaris Utama Pertamina diganti dengan figur yang profesional di dunia perminyakan.
"Pertamina butuh gagasan besar, bukan omongan besar," tandas Mulyanto.
Gara-gara pandemi
Vice President Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman menjelaskan sepanjang semester 1 2020 Pertamina menghadapi triple shock yakni penurunan harga minyak mentah dunia, penurunan konsumsi BBM di dalam negeri serta pergerakan nilai tukar dolar AS yang berdampak pada rupiah sehingga terjadi selisih kurs yang cukup signifikan.
"Pandemi Covid 19, dampaknya sangat signifikan bagi Pertamina. Dengan penurunan demand, depresiasi rupiah, dan juga crude price yang berfluktuasi yang sangat tajam membuat kinerja keuangan kita sangat terdampak," ujar Fajriyah dalam keterangannya yang ditulis Selasa (25/8/2020).
Menurut Fajriyah, penurunan permintaan itu terlihat pada konsumsi BBM secara nasional yang sampai Juni 2020 hanya sekitar 117 ribu kilo liter (KL) per hari atau turun 13 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2019 yang tercatat 135 ribu KL per hari.
Bahkan pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa kota besar terjadi penurunan permintaan mencapai 50 persen - 60 persen.
"Namun, Pertamina optimis sampai akhir tahun akan ada pergerakan positif sehingga diproyeksikan laba juga akan positif, mengingat perlahan harga minyak dunia sudah mulai naik dan juga konsumsi BBM baik industri maupun retail juga semakin meningkat," jelas Fajriyah.
Untuk itu, lanjut Fajriyah, Pertamina telah melakukan sejumlah inisiatif untuk perbaikan internal dengan tetap melakukan penghematan sampai 30 persen.
Tak hanya itu, Pertamina juga melakukan skala prioritas rencana investasi, renegosiasi kontrak eksisting serta refinancing untuk mendapatkan biaya bunga yang lebih kompetitif.
"Pertamina juga terus meningkatkan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) sehingga menurunkan tekanan kurs dan bisa menekan biaya secara umum," imbuh Fajriyah.