Suara.com - Kerugian PT. Pertamina (persero) sekitar Rp11 triliun pada semester pertama tahun 2020 oleh sebagian orang langsung dikaitkan dengan kinerja Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Ahok mereka nilai berkinerja buruk.
Penilaian tersebut cukup beralasan. Soalnya, dulu Ahok pernah berkata bahwa Pertamina ditinggal merem saja pasti untung, tetapi harus diawasi.
Namun, sebagian orang lainnya beropini bahwa kerugian Pertamina bukan karena Ahok, melainkan karena dampak pandemi Covid-19. Ahok mereka katakan tidak bisa disalahkan begitu saja karena posisinya pengawas, bukan eksekutor.
Menanggapi polemik yang muncul, mantan Komisaris Jasa Marga dan Pelindo 1 Refly Harun mengatakan memang nilai kerugian Pertamina fantastis. Itu sebabnya langsung memantik polemik. Mengenai opini publik yang muncul, Refly Harun mengatakan, "Resikonya kalau orang ngetop, padahal belum tentu kerugian tersebut atau keuntungan perusahaan karena satu orang."
Menurut Refly Harun kerugian Pertamina bukan karena faktor tunggal.
"Ya karena ada Covid-19 its okelah ya. Makanya saya katakan dont ever estimate dengan posisi atau jabatan dan dengan orang. Jadi Ahok tidak mungkin menjadi superman yang bisa menyelesaikan semua problem Pertamina apalagi posisinya bukan sebagai eksekutor. Posisinya kan pengawas," kata Refly Harun dalam channel Youtube-nya.
Dalam pembahasan isu Pertamina, Refly Harun lebih menekankan pada isu profesionalisme dan independensi.
Di Pertamina, Refly Harun mengatakan posisi Ahok bukan orang yang bisa menangani semua masalah, mengingat Ahok di sana bukan eksekutor program perusahaan.
"Kelebihannya satu saja karena dia diendorse oleh langsung pusat kekuasaan, wibawanya jadi tinggi, kan begitu. Omongannya didengarkan," kata Refly Harun.
Baca Juga: Transformasi Mobil Ahok Sebelum dan Sesudah Jadi Komut Pertamina, Mewah!
Refly tidak tahu apakah di dalam perusahaan Pertamina terjadi matahari kembar atau tidak.