Suara.com - Pakar fire safety dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Fatma Lestari, mengatakan bahwa kebakaran yang melahap gedung utama kantor Kejaksaan Agung harus dijadikan peringatan untuk segera melakukan audit keselamatan kebakaran terhadap seluruh gedung-gedung milik pemerintah.
Berdasarkan pengamatannya, hampir 70% kantor pemerintahan di Jakarta tidak memenuhi standar keselamatan kebakaran.
Tapi Kementerian Pekerjaan Umum menangkis angka tersebut kendati diakui jika anggaran untuk keselamatan kebakaran kerap tak dialokasikan.
Pakar fire safety dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Fatma Lestari, menduga sistem proteksi aktif keselamatan kebakaran di gedung utama Kejaksaan Agung tidak berjalan.
Baca Juga: Soal Kebakaran Kejagung, Amien Rais Curiga Pelakunya Orang Dalam
Itu tampak dari kobaran api yang menjalar dengan cepat ke sejumlah lantai.
Sementara dari beberapa kasus yang pernah ia audit, jika sistem proteksi aktif seperti alarm, detektor, dan sprinkler air berfungsi maka kebakaran lokal bisa ditangani sehingga tidak menyebar.
"Kalau pada kasus-kasus yang tidak terkendali, misalnya di Kejaksaan Agung karena menyebar hampir ke semua gedung itu menunjukkan sistem proteksi aktif tidak berjalan. Kalau berjalan, api bisa segera padam," ujar Fatma Lestari kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Senin (24/08).
"Itu salah satu petunjuk bahwa sistem proteksi kebakaran tidak berjalan baik," sambungnya.
Pada peristiwa kebakaran di gedung utama Kejaksaan Agung, api pertama kali terlihat dari lantai enam kemudian merambat hingga lantai di bawahnya.
Baca Juga: Gedung Kejagung Yang Terbakar Ternyata Belum di Asuransikan Negara
Lantai lima dan enam merupakan kantor Jaksa Agung Muda Pembinaan yang membawahi kepegawaian. Sedangkan lantai tiga dan empat adalah tempat Jaksa Agung Muda Intelijen berkantor.
Fatma juga menjelaskan, khusus untuk gedung bertingkat lebih dari empat lantai harus wajib memiliki hidran di dalam dan luar gedung.
Aturan serupa, lanjutnya, juga berlaku pada gedung cagar budaya. Bahkan, jika di sana tersimpan arsip atau berkas penting alat proteksi pemadakan kebakarannya disarankan menggunakan gas.
"Misalnya di gedung itu menyimpan arsip-arsip berharga yang tidak bisa kena air, sistem proteksi kebakaran khusus terbuat dari gas. Jadi memadamkan api tidak merusak kertas."
Beberapa tempat yang biasanya memakai sprinkle atau alat penghambur dari gas yakni perpustakaan atau ruang server.
Sesuai aturan keselamatan pula, setiap gedung harus memiliki jalur evakuasi, emergency lighting, master point atau tempat berkumpul jika terjadi bencana kebakaran, dan alat pemadam api ringan.
"Semua itu harus berfungsi."
"Untuk alat pemadam api ringan (APAR), setiap 15 meter harus tersedia."
Anggaran untuk seluruh sistem keselamatan kebakaran tersebut, kata Fatma, tidak sampai satu atau dua persen dari keseluruhan nilai gedung. Namun, kerap diremehkan.
"Kalau dianggap mahal, katakan satu gedung nilainya Rp100 miliar, proteksi kebakaran tidak sampai satu persen. Tapi kalau tidak terpenuhi, kerugian jauh lebih besar."
Sekitar 70% gedung pemerintahan 'tak penuhi standar keselamatan kebakaran'
Selama mengaudit sistem keselamatan kebakaran, menurut Fatma, kantor milik swasta lebih patuh ketimbang gedung pemerintahan.
Catatannya 70% kantor pemerintahan di Jakarta belum memenuhi standar keselamatan kebakaran.
Ia merujuk pada peristiwa serupa yang menimpa gedung Kementerian Sekretariat Negara pada tahun 2013, kemudian gedung Kemenkumham pada 2019, dan setahun sebelumnya di gedung PLN Tanjung Priok.
"Jadi banyak kasus kebakaran di gedung pemerintah, tapi nggak ada lesson learnt. Seharusnya kalau ada satu kejadian alert bagi seluruh gedung pemerintah untuk diaudit," tukasnya.
"Ini (kebakaran gedung Kejaksaan) harus jadi wake up call, lakukan audit keselamatan kebakaran untuk seluruh gedung-gedung pemerintah. Kalau ada gap, jangan dibiarkan tidak terpenuhi padahal yang bikin aturan pemerintah."
Direktur Bina Penataan Bangunan Dirjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, Diana Kusumastuti, menampik jika disebut 70% gedung pemerintah tidak mematuhi aturan keselamatan kebakaran.
Tapi ia mengakui alokasi anggaran untuk hal itu kerap tak dianggarkan.
"Dalam rangka pemeliharaan kadang lupa atau tidak teranggarkan atau bahkan bangunan tersebut dianggap masih bisa dipakai, nggak ada masalah. Jadi hal itu kadang-kadang dilupakan," imbuh Diana Kusumastuti kepada BBC News Indonesia.
Hal lain yang acap disepelekan, penggunaan tangga darurat sebagai gudang.
"Karena kadang-kadang mereka tidak memahami seperti harusnya tangga darurat tidak ada barang-barang, tapi malah ditumpuk di sana."
"Ini hal-hal sepele yang sebenarnya ringan tapi kalau dilupakan fatal."
"Kadang sprinkle airnya nggak ada."
Karena itu, ia menjanjikan bakal mengaudit seluruh bangunan milik pemerintah.
"Iya harus kita lakukan termasuk bangunan-bangunan sendiri akan dilakukan."
Audit bangunan, kata Diana, biasa dilakukan tiap lima tahun sekali. Tapi Fatma menyarankan dilakukan setiap setahun sekali agar lebih cermat.
Kejaksaan Agung: 'Musibah, mau apa lagi?'
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Hari Setiyono, mengatakan gedung utama Kejaksaan Agung berstatus kawasan pemugaran cagar budaya.
Sejak tahun 1958 bangunan itu tidak pernah direnovasi namun ada beberapa perbaikan.
Kendati demikian, ia mengklaim sistem proteksi maupun pemeliharaan tak pernah luput dilakukan.
"Silakan jika ada yang mengkiritik sistem proteksi kebakaran tidak berjalan, dia tidak sehari-hari ada di gedung. Tapi kami melaksanakan sesuai SOP," ujar Hari Setiyono kepada BBC.
"Saya rasa tidak ada, apalagi gedung itu merupakan ikon kami, sehingga kami sangat menjaga keberadaan gedung itu."
"Secanggih apapun teknologi kalau sudah kebakaran mau apa? Kalau musibah mau gimana lagi?"
Akibat kebakaran pada Sabtu (22/08) malam, belum diketahui berapa nilai kerugian. Tapi ia memastikan, berkas-berkas penting yang berkaitan dengan perkara dalam kondisi aman.
"Itulah yang kami sesalkan komentar yang tidak paham gedung itu. Berulang kali kami jelaskan gedung utama tidak terkait dengan penanganan perkara."
Sementara dokumen-dokumen kepegawaian yang ikut terbakar telah digandakan dalam bentuk digital.
Di tempat terpisah, Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut lebih dari 1.000 pegawainya pindah kantor.
Jaksa Agung Muda Pembinaan dan stafnya berkantor sementara di Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Kejagung di Ragunan, Jakarta Selatan.
Begitu pun Jaksa Agung Muda Intelijen dan stafnya pindah ke Gedung B Badiklat Kejagung yang berlokasi di Ceger, Jakarta Timur.
Seperti apa penyelidikan polisi?
Kabareskrim Polri, Listyo Sigit Pramono, berkata penyebab terbakarnya gedung Kejaksaan Agung hingga kini masih belum diketahui.
Sejauh ini polisi telah memeriksa 19 orang sebagai saksi di antaranya pihak keamanan gedung, tukang yang bekerja di gedung Kejagung, dan pihak internal Kejagung.
Sigit juga menyebut pihaknya sudah mengirim tim Puslabfor Polri untuk menyelidiki penyebab kebakaran.
Ia memastikan proses penyelidikan akan transparan.
"Semoga bisa cepat terungkap," imbuh Sigit.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta, Satriadi Gunawan, menyebut gedung utama Kejaksaan Agung termasuk bangunan tua sehingga potensi kebakaran lebih tinggi.
Apalagi beberapa bahan material kantor itu terbuat dari kayu dan asbes.
"Kebetulan gedung itu banyak menyimpan arsip kertas, jadi potensi kebakaran memang tinggi. Makanya proses perambatan cepat."
"Kemudian ada sekat-sekat dari kayu dan asbes, itu punya potensi perambatan juga. Makanya kenapa sampai enam lantai? Ya karena potensi perambatan sangat besar."
Untuk memadamkan si jago merah, Dinas Pemadam Kebakaran mengerahkan 65 mobil dan 200 petugas.
Puluhan mobil itu, kata Satriadi, dikerahkan untuk mengalirkan air dari beberapa lokasi seperti di kolam Taman Ayodya, Markas Besar Kepolisian, dan taman kota di kawasan Suriman.
"Karena untuk penyerangan di sebelah timur dan barat. Kemudian kita membuat rangkaian dengan menggunakan selang dari satu unit ke unit yang lain. Makanya kita pakai bronto line."
"Penyerangan api itu butuh suplai air dari mobil pompa untuk bisa sampai ke sumber air."