Suara.com - Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN Jakarta kembali menggelar sidang gugatan Koalisi Masyarakat Sipil yang tergabung Tim Advokasi untuk Demokrasi atas Surat Presiden Joko Widodo terkait pengajuan Omnibus Law Rancangan Undang-undang Cipta Kerja ke DPR RI, Selasa (25/8/2020).
Agenda sidang bernomor gugatan 97/G/2020/PTUN.JKT hari ini adalah pemeriksaan saksi fakta, salah satu saksinya adalah Direktur Eksekutif Walhi Nasional Nur Hidayati.
Dalam persidangan Nur mengaku tidak pernah dilibatkan sama sekali oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam perumusan RUU Cipta Kerja Omnibus Law sebelum diajukan ke DPR.
"Sebelum Surpres tidak pernah, ini hal yang sangat jarang kami alami, biasanya ketika ada RUU dari DPR atau Pemerintah itu ada pemberitahuan. Dalam prosesnya sering kami terlibat sejak awal, biasanya diskusi dengan kementerian dan ketika sudah disubmit dengan DPR," kata Nur dalam persidangan, Selasa (25/8/2020).
Baca Juga: Buruh Demo Abaikan Jaga Jarak, Presiden KSPI: Omnibus Law Ancaman Serius
Nur mengatakan pihaknya pernah berinisiatif meminta draft atau naskah akademik RUU Cipta Kerja ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, namun tidak ada balasan sampai sekarang.
"Perbincangan informal ada, kami sempat bertemu dengan Menteri LHK tentang omnibus law tapi tidak diberikan draft ataupun isinya. Kami meminta draft dan naskah akademik, Ibu Menteri menyampaikan ya nanti diberikan tapi nanti, sampai surpres keluar tidak pernah ada," ujarnya.
Selain Nur, dalam sidang hari ini juga ada dua kelompok masyarakat yang bersaksi tak pernah dilibatkan pemerintah dalam RUU Cipta Kerja. Kedua saksi itu adalah Wakil Presiden (Wapres) Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Iswan Abdullah dan Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Ruka Sombolinggi.
Diketahui, Koalisi Masyarakat Sipil yang tergabung Tim Advokasi untuk Demokrasi menggugat Surat Presiden Jokowi terkait pengajuan Omnibus Law RUU Cipta Kerja ke DPR pada 12 Februari 2020.
Empat penggugat yakni Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Konfederasi Buruh Indonesia (KPBI), Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) dan Perkumpulan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA).
Baca Juga: Sidang Surpres Jokowi: Buruh Tak Dilibatkan Pemerintah Bahas RUU Ciptaker
Mereka meminta PTUN Jakarta untuk menyatakan surat presiden itu batal atau tidak sah dan mewajibkan Jokowi mencabut surat tersebut.
Alasannya, Surpres itu telah melanggar prosedur dan substansi dari penyusunan draf RUU Cipta Kerja yang dilakukan pemerintah karena tidak melibatkan masyarakat seperti tertuang dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Secara substansi, RUU Cipta Kerja juga dinilai melanggar peraturan perundang-undangan, mulai dari Undang-undang Dasar 1945, hingga 27 dari 54 putusan Mahkamah Konstitusi.