Suara.com - Pengamat Pariwisata Hilda Ansariah Sabri menilai, temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) soal anggaran influencer di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) salah alamat, menyusul data yang digunakan bukan data Kemenparekraf terkini.
"Itu bukan data sekarang. Bukan ditujukan ke Kemenparekraf, Wishnutama Kusubandio dan Angela Tanoesoedibjo. Salah alamat," kata Hilda dalam pernyataannya, ditulis Senin (24/8/2020).
Hilda mengatakan penelitian dilakukan pada 14-18 Agustus 2020 dengan menelusuri Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Namun, data yang digunakan tersebut dari tahun 2014 - 2018.
Saat ini, lanjut Hilda, Kemenparekraf fokus pada penanganan dampak Covid-19 pada seluruh sektor pariwisata.
Baca Juga: Apa Itu Influencer? Simak Penjelasan Berikut
"Sekarang ini 215 negara terkena pandemi Covid-19," ungkapnya.
Langkah-langkah manajemen krisis yang dilakukan Kemenparekraf, kata dia, terlihat sangat jelas sejak pandemi diumumkan di Indonesia.
Dia mencontohkan dukungan Kemenparekraf dengan menyediakan hotel-hotel yang digunakan sebagai tempat beristirahat tenaga medis dan perusahaan transportasi yang digandeng guna membantu transportasi paramedis dalam penanganan Covid-19.
Seperti diketahui, langkah konkret penyelamatan sektor pariwisata juga ditunjukkan Kemenparekraf dengan memprioritaskan keselamatan pekerja, pelaku usaha dan masyarakat, memberikan bantuan sosial bagi pekerja pariwisata, membantu pengurangan beban usaha dan permodalan bagi pelaku usaha Parekraf.
"Sektor UMKM, asosiasi-asosiasi terkait pariwisata, seperti pemandu wisata juga mendapatkan perhatian dengan bantuan-bantuan dari Kemenparekraf," kata Hilda.
Baca Juga: Kritik Anggaran untuk Influencer, Demokrat Ungkit Program di Era SBY
Pasalnya, sektor pariwisata menjadi tempat bergantung bagi penghidupan 13 juta pekerja, sehingga bantuan, termasuk sosialisasi terhadap protokol kesehatan diperlukan guna memastikan calon wisatawan, operator dan destinasi wisata siap menerima kunjungan wisata bagi pemulihan sektor tersebut ke depan.
Seperti diberitakan, ICW menemukan ada Rp 1,29 triliun total anggaran belanja pemerintah pusat terkait aktivitas digital, sekitar Rp 90,45 miliar diantaranya digunakan untuk jasa influencer.
ICW menjabarkan nilai anggaran influencer meningkat sejak 2017. Pada 2017, ada 5 paket pengadaan dengan anggaran Rp 17,68 miliar, lalu 2018 meningkat pesat 15 paket dengan anggaran Rp 56,55 miliar.
Dari data yang dikumpulkan ICW tersebut, Kementerian Pariwisata memiliki anggaran jasa influencer paling banyak, yakni 22 paket dengan nilai pengadaan Rp 77,66 miliar. Kemudian, disusul Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 12 paket dengan nilai pengadaan Rp 1,6 miliar.