Suara.com - Sebuah fosil daun berusia 23 juta tahun ditemukan oleh sekelompok peneliti di sebuah danau kuno di South Island, Selandia Baru. Menyadur Cosmos pada Sabtu (22/08/2020), daun purba itu ditemukan dalam keadaan baik.
Berkat penemuan ini, peneliti bisa memerkirakan tingginya suhu dengan kadar karbondioksida di lapisan atmosfer pada periode tersebut.
Tak cuma, penemuan yang sudah diterbitkan dalam jurnal Climate of The Past ini juga bisa membantu semua orang dalam membuat pola penghijauan di masa yang akan datang.
Peneliti utama Tammo Reichgelt, dari University of Connecticut, AS mengatakan fosil daun ini sebenarnya adalah mumi karena semua komposisinya ditemukan dalam keadaan baik.
Baca Juga: Fosil Terjebak Dalam Batu Purba Ditemukan di Hutan Tritik Nganjuk
"Hal yang menakjubkan adalah daun ini pada dasarnya sebuah mumi, jadi kami memiliki komposisi kimia aslinya dan dapat melihat semua fitur halusnya di bawah mikroskop," ujarnya.
Harta karun ini terletak di kawah gunung berapi yang sudah lama punah di sebuah situs yang dikenal sebagai Foulden Maar di sebuah pertanian dekat kota selatan Dunedin.
Sekitar satu kilometer dari sana, ada sebuah danau purba terpencil di mana lapisan sedimen berturut-turut terbentuk dari lingkungan sekitarnya.
Reichgelt dan rekannya mengambil sampel dari inti bor yang menembus 100 meter ke dekat dasar danau yang sekarang sudah mengering.
Daun ini ditemukan tertimbun di antara lapisan ganggang yang kaya akan silika dengan lapisan kehitaman dari bahan organik yang jatuh selama musim lainnya.
Baca Juga: Lebih Dulu Nabi Adam atau Manusia Purba? Begini Penjelasan Quraish Shihab
Penemuan ini termasuk daun yang tak terhitung jumlahnya dari hutan hijau subtropis dan fosil seperti ini biasanya jarang mempertahankan komposisi kimianya.
Peneliti menyebut fosil daun ini adalah satu-satunya endapan yang diketahui di Belahan Bumi Selatan dan jauh lebih baik dari yang diketahui dari utara.
BBC melaporkan, fosil daun ini menunjukkan sebagian tumbuhan di periode tersebut mungkin beradaptasi dengan cepat karena adanya peningkatan karbondioksida.
Peneliti juga memperkirakan suhu global kala itu lebih tinggi sekitar 3 hingga 7 derajat celcius ketimbang suhu saat ini dan sebagian es di daerah kutub telah mencair.
Fosil daun ini adalah penemuan yang sangat membantu manusia di masa mendatang karena mengarah pada efek penghijuan global selain naiknya permukaan laut dan konsekuensi lain dari perubahan iklim.
Sebelumnya, peneliti juga menemukan fosil unik di mana jurnal Papers in Palaeontology meyakini makhluk yang diperkirakan hidup di Bumi sekitar 115 juta tahun lalu sebagai kerabat baru Tyrannosaurus Rex.
"Kegembiraan menemukan fosil tulang ini benar-benar luar biasa. Saya pikir mereka istimewa dan jadi kami bawa mereka saat mengunjungi Museum Pulau Dinosaurus," ujar salah satu pemburu fosil tersebut adalah Robin Ward.
"Mereka segera tahu ini adalah sesuatu yang langka dan bertanya apakah kami bisa menyumbangkannya ke museum untuk diteliti sepenuhnya," lanjut Robin Ward.