Suara.com - Intimidasi masyarakat adat Besipae terjadi sehari setelah Perayaan Kemerdekaan Republik Indonesia (18/08/20). Berikut ini kumpulan fakta intimidasi masyarakat adat Besipae yang dirangkum Suara.com.
Insiden ini dilatarbelakangi oleh kebijakan pemerintah Nusa Tenggara Timur (NTT) yang akan melakukan pembangunan infrastruktur di lahan masyarakat adat Besipae.
Sebenarnya masyarakat adat meminta penyelesaian konflik dengan pendekatan musyawarah. Akan tetapi sejumlah oknum pemerintahan pada akhirnya tetap melakukan tindakan intimidasi.
Berikut fakta-fakta intimidasi masyarakat adat Besipae NTT:
Baca Juga: Ketakutan dan Menangis, Anak-anak Warga Besipae Trauma Gas Air Mata Aparat
1. Pengrusakan Rumah di Lahan Adat
Masyarakat adat Besipae di Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT, melaporkan pengrusakan rumah di tanah adat yang membuat mereka kehilangan tempat tinggal.
Dalam insiden tersebut, aparat menertibkan secara paksa pondok-pondok milik masyarakat adat yang berada di sekitar hutan adat Pabubu. Akibat pengrusakan tersebut, setidaknya 30 pondok dibongkar dan 47 kepala keluarga kini terpaksa tidur di bawah pohon tanpa alas dan atap.
2. Adanya Tindakan Represif
Insiden yang menimpa masyarakat adat Besipae ini tidak hanya merupakan tindakan penertiban semata. Pengrusakan pondok-pondok tersebut disertai dengan tindakan-tindakan represif yang membahayakan keselamatan masyarakat adat.
Baca Juga: AMAN: Di Balik Baju Adat yang Dipakai Jokowi, Ada Tragedi Warga Besipae
Selain pengusiran dan penembakan gas air mata, belum lama ini beredar video di media sosial yang memperdengarkan suara tembakan senjata api di wilayah konflik.
3. Bantahan Pemprov NTT
Pemerintah Provinsi NTT membantah adanya intimidasi terhadap masyarakat adat Besipae. Pengrusakan yang membuat trauma anak-anak dan perempuan adat Besipae tersebut dianggap pemerintah Provinsi NTT sebagai efek kejut.
Upaya pengrusakan tersebut dianggap sebagai bentuk penegasan pemerintah kepada masyarakat terkait pemanfaatan lahan seluas 3.700 hektare.
Menurut pemprov, lahan tersebut akan dimanfaatkan sebagai lahan peternakan, perkebunan, dan pariwisata. Kebijakan itu dilakukan pemerintah demi kepentingan masyarakat adat.
4. Menimbulkan Kecaman
Tindakan tersebut menimbulkan kecaman dari berbagai kalangan. Salah satunya adalah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI).
Melalui akun Twitter @walhinasional, WALHI mengecam tindakan represif yang dilakukan Pemerintah Provinsi NTT. Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid juga menyayangkan kasus kekerasan tersebut jika benar-benar terjadi seperti yang diberitakan media.
Beberapa pihak lainnya juga tidak tinggal diam melihat insiden. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Forum Mahasiswa Nasional (FMN), dan Ikatan Tokoh Adat Pencari Kebenaran dan Keadilan (ITA PKK) pun ikut memprotes sikap oknum pemerintah.
5. Mendapat Intimidasi setelah Baju Adat dipakai Jokowi
Mirisnya, tindakan intimidasi itu terjadi beberapa saat setelah upacara bendera dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan RI ke-75. Bahkan, Presiden Joko Widodo sempat menggunakan pakaian adat Timor Tengah Selatan saat upacara di Istana Kepresidenan pada Senin (17/8/20).
Sehari setelahnya, masyarakat pemilik baju adat tersebut justru kehilangan tempat tinggal. Kejadian ini kemudian menjadi bahan sindiran beberapa pihak terhadap pemerintah yang dinilai belum dapat menyelesaikan konflik. Padahal, awal sengketa masyarakat adat Besipae ini sudah terjadi sejak bulan Mei lalu.
Jika menilik ke belakang, konflik seperti yang terjadi di NTT ini bukanlah yang pertama di Indonesia. Terdapat kasus-kasus serupa yang terjadi di daerah lainnya. Dengan ini, pemerintah diharapkan dapat mencari jalan keluar atas konflik agraria di sektor infrastruktur, terutama dalam melindungi hak tinggal masyarakat setempat.
Itu dia fakta-fakta intimidasi masyarakat adat Besipae.
Kontributor : Theresia Simbolon