Suara.com - Gempa besar 6,9 skala richer yang mengguncang Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat karena deformasi atau penyesaran lempeng yang tersubduksi di bawah Laut Banda. Hal ini tercatat oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Jumat (21/8/2020) pukul 11.09 WIB.
Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa bumi memiliki mekanisme pergerakan turun atau normal fault.
"Dengan memerhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa dalam akibat adanya deformasi," kata Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono melalui keterangan tertulisnya, Jumat siang.
Guncangan gempa tersebut dirasakan di daerah Waingapu III-IV Modified Mercalli Intensity (MMI).
Baca Juga: Rentetan Gempa 7 Juli di Jawa Bisa Jadi Pertanda Datangnya Gempa Besar
Getaran gempa juga dirasakan warga di daerah Sumbawa Besar, Kota Bima, Kendari, Kupang dan Ternate.
Hingga pukul 11.50 WIB, hasil monitoring BMKG menunjukkan adanya satu aktivitas gempa bumi susulan atau aftershock dengan Magnitudo 5,0.
Rahmat mengimbau masyarakat agar tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Selain itu, warga juga diminta menghindari bangunan yang retak atau rusak akibat gempa.
"Periksa dan pastikan bangunan tempat tinggal Anda cukup tahan gempa, ataupun tidak ada kerusakan akibat getaran gempa yang membahayakan kestabilan bangunan sebelum kembali ke dalam rumah," katanya.
Baca Juga: Bergolak, Segmen Sianok di Sumbar Berpotensi Picu Gempa Besar
Sebelumnya, gempa tektonik Magnitudo 6,9 terjadi di Laut Banda pukul 11.09 WIB. Episenter gempa bumi terletak pada koordinat 6,84 Lintang Selatan (LS) dan 123,48 Bujur Timur (BT) atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 165 kilometer Tenggara Buton Selatan, Sulawesi Tenggara di kedalaman 586 kilometer. (Antara)