Suara.com - Seekor Orangutan dewasa ditemukan dalam kondisi sehat di kebun milik warga Desa Sungai Pelang, Kecamatan Matan Hilir Selatan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Hewan endemik Indonesia tersebut, diperkirakan berusia sekitar 30-40 tahun diselamatkan tim gabungan Wildlife Rescue Unit (WRU) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar dan International Animal Rescue (IAR) Indonesia.
Kepala Program IAR Indonesia Argitoe Ranting membenarkan penemuan orangutan tersebut kali pertama dilaporkan masyarakat yang sering melihat hewan dilindungi tersebut, saat melintas di kebun sawit yang berada di dekat jalan Pelang-Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang.
Menanggapi laporan ini, tim Patroli Orangutan Protection Unit (OPU) IAR Indonesia melakukan verifikasi dan pengecekan ke lokasi itu.
Baca Juga: Duh, Orangutan Berisiko Terinfeksi Virus Corona dari Manusia
Setelah menemukannya tim gabungan langsung memindahkan orangutan ke hutan yang lebih baik untuk kehidupannya.
“Benar, satu Indivindu orang hutan, yang ditemukan di kebun sawit milik warga,” katanya, Kamis (20/8/2020).
Sejak awal Agustus, petugas telah melakukan monitoring secara intensif untuk berusaha menemukan orangutan tersebut.
Tim IAR Indonesia dan BKSDA Kalbar serta pemerintah desa setempat memutuskan untuk mentranslokasi orangutan ini ke Hutan Desa Sungai Besar.
“Untuk sementara kita melakukan translokasi ke hutan Desa Sungai Besar, menyelamatkan habibat hidupnya."
Baca Juga: Habitat Rusak, Orangutan Masuk Permukiman Warga Kotawaringin Timur
Argitoe mengungkapkan, berdasarkan pemeriksaan medis, orangutan yang ditemukan itu dinyatakan dalam kondisi sehat.
Rencananya, petugas akan melakukan translokasi memindahkan orangutan tesebut ke hutan yang lebih besar agar agar dapat meminimalisir Ancaman terhadap kelangsungan hidup orangutan dari konflik manusia.
“Kondisi orangutan ini sehat dan tidak memerlukan perawatan lebih lanjut, maka kami bersama BKSDA Kalbar memutuskan untuk langsung mentranslokasikan mereka ke Hutan Desa Sungai Besar. Kami juga sudah berkoordinasi langsung dengan pihak pemerintah desa,” jelasnya.
Translokasi, lanjut Argitoe, hanyalah solusi yang dianggap sementara.
Karena, hal ini tidak bisa mengurai akar permasalahan yang terletak pada alih fungsi dan kerusakan hutan.
Seperti halnya, sejak kebakaran besar melanda sebagian besar wilayah di Ketapang.
Kala itu hutan yang terbakar menyebabkan banyak orangutan kehilangan tempat tinggal dan dan sumber penghidupannya.
Hewan khas Kalimantan ini pergi meninggalkan rumahnya yang terbakar dan masuk ke kebun warga untuk mencari makan.
Kondisi tersebut menyebabkan tingginya jumlah perjumpaan manusia dengan orangutan yang tidak jarang menimbulkan konflik dan dapat merugikan orangutan dan manusia itu sendiri.
“Namun sampai saat ini, konflik antara manusia dan orangutan masih saja terjadi. Potensinya bahkan cenderung meningkat. Konflik ini muncul karena orangutan kehilangan habitat yang merupakan rumah bagi mereka. Orangutan mencari makan ke kebun warga karena mereka tidak punya pilihan lagi akibat rumahnya yang musnah,” ungkapnya.
Argitoe berharap kepada masyarakat dapat bekerjasama dalam menjaga ekosistem serta melidungi hewan bernama lain Pongo ini.
Karena baginya, orangutan merupakan spesies asli pulau Kalimantan yang masuk kedalam genus pongo hanya ditemui di Asia.
“Jika kita mau lindungi orangutan, dan kita mau menjaga manusia dari pandemik, kita harus menjaga ekosistem dan alam. Kami berharap,manusia menyadari pentingnya hutan hujan bagi orangutan dan manusia itu sendiri," katanya.
Kontributor : Eko Susanto