Suara.com - Pemerintah Nusa Tenggara Timur meminta semua pihak menghentikan upaya memprovokasi terhadap masyarakat Pubabu dalam persoalan lahan di Besipae, Kabupaten Timor Tengah Selatan.
"Kami mengimbau pihak-pihak yang melakukan provokasi terhadap masyarakat Besipae untuk hentikan upaya provokasinya," kata Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Bungtilu Laiskodat melalui Kepala Biro Humas dan Protokol Setda NTT Marius Ardu Jelamu di Kupang, Kamis (20/8/2020).
Ia berharap pihak-pihak yang mencoba melakukan provokasi terhadap masyarakat Pubabu, Besipae, agar menghentikan upaya provokasi di balik konflik yang terjadi.
Marius mengajak mereka untuk melihat tujuan Pemerintah NTT membangun Besipae dari aspek kesejahteraan rakyat, karena daerah itu akan menjadi kawasan pertumbuhan ekonomi baru bagi provinsi berbasis kepulauan ini.
Baca Juga: Warga Besipae: Bagaimana Mungkin 9 Orang Harus Tidur di Rumah 3 M x 3 M
"Jangan melihat secara sepotong-sepotong terhadap pembangunan di Besipae. Mari kita melihat secara komprehensif niat baik pemerintah membangun Besipae adalah untuk kepentingan kesejahteraan rakyat," kata Marius.
Menurut dia kawasan Besipae yang sangat produktif dipersiapkan Pemerintah NTT sebagai lahan pengembangan usaha tanaman kelor, porang, dan peternakan.
Marius menyatakan dalam persoalan lahan di Besipae tidak ada tindakan represif yang dilakukan aparat keamanan seperti dalam video yang viral di provinsi berbasis kepulauan ini.
"Aparat keamanan yang berada di lokasi saat itu sangat paham terhadap prosedur pengamanan yang dilakukan, sehingga dipastikan pengamanan yang dilakukan sudah sesuai protap yang berlaku dalam menghadapi masyarakat di Besipae," kata Marius.
Menurut Marius, Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat dan Wakil Gubernur Josef A Nae Soi tidak memiliki niat untuk menyengsarakan rakyat di Besipae.
Baca Juga: Rumah-rumah Warga Besipae Dibangun Pakai Duit Sendiri, Tiba-tiba Dirusak
"Pemerintah NTT terus berjuang untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan memanfaatkan potensi daerah ini agar bebas dari belenggu kemiskinan," kata Marius.
Pemerintah NTT, katanya, memiliki sejumlah program pembangunan di TTS. Daerah penghasil cendana itu merupakan salah satu daerah yang menjadi kantong kemiskinan terbanyak di provinsi itu.
Warga kecewa
Warga bernama Matheda Esterina Selan mengatakan rumah yang dibangun Pemerintah Provinsi NTT untuk merelokasi tidak layak dihuni karena ukuran yang tidak memadai untuk ditempati.
"Pemerintah NTT sudah membangun rumah ada empat unit, tapi tidak layak dihuni sama sekali," katanya.
Ia mengatakan hal itu menanggapi pertanyaan seputar kondisi rumah yang dibangun pemerintah Provinsi NTT untuk merelokasi warga dalam kasus konflik tanah di Pubabu.
Menurut dia keempat rumah yang dibangun pemerintah provinsi untuk merelokasi warga Besipae masing-masing terdiri dari dua unit berukuran 5 meter x 7 meter dan dua unit berukuran sekitar 3 meter x 3 meter persegi.
Menurut Esterina Sela, rumah tersebut tidak layak dihuni karena satu keluarga beranggotakan 5 orang, tujuh orang, dan 9 orang.
"Bagaimana mungkin 9 orang harus tidur di rumah ukuran 3 meter x 3 meter," katanya.
Ia menjelaskan kondisi rumah yang dibangun sudah beratap seng namun dindingnya dari kayu bebak (pelepa pohon gewang) dan berlantai tanah sehingga tidak nyaman untuk ditempati.
"Dinding rumah juga tidak sampai ke tanah tetapi ada rongga sehingga binatang bisa masuk kapan saja," katanya.
Sebelumnya, Wakil Gubernur NTT Josef A Nae Soi mengatakan pemerintah NTT membangun rumah layak huni bagi warga Pubabu, Besipae, sehingga tidak lagi menempati rumah yang tidak layak huni.
Ia mengatakan Pemerintah NTT tidak mengambil alih lahan Besipae untuk kepentingan tertentu, tetapi akan digunakan untuk kepentingan pembangunan ekonomi masyarakat.
Lapor polisi
Sengketa tanah di Pubabu kini berbuntut panjang. Kemarin, Komunitas masyarakat adat Besipae sudah melaporkan kasus perusakan puluhan rumah mereka kepada Kepolisian Daerah NTT.
Pengacara warga, Akhmad Bumi, mengatakan mendampingi korban untuk membuat laporan ke kantor polisi, kemarin.
"Melaporkan kasus perusakan 29 unit rumah di Besipae ke Polda NTT pada Rabu (19/8/2020) kemarin," kata Akhmad.
Laporan warga telah tercatat nomor LP/B/322/VIII /RES.1.10/2020/SPKT tertanggal 19 Agustus 2020. Dalam laporan, warga meminta pertanggung jawaban secara hukum kepada Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi NTT.
Akhmad Bumi menjelaskan kasus perusakan rumah warga yang dilakukan oknum terjadi tiga kali, yakni pada Februari 2020, Maret 2020, dan Agustus 2020. "Rumah-rumah warga yang dirusak itu dibangun warga sendiri, dengan uang mereka sendiri, namun tiba-tiba petugas Satpol PP datang dan merusaknya karena mengklaim tanah tersebut bersertifikat hak pakai Pemda NTT," katanya.
Selain merusak rumah, kata Akhmad, peralatan dapur, makanan, dan barang-barang milik warga juga dibawa dan hingga saat ini keberadaan barang-barang tersebut tidak diketahui warga.
Perusakan rumah, kata Akhmad, membuat para korban terpaksa tinggal di bawah pohon dan membangun rumah darurat untuk ditempati bersama-sama. Namun rumah darurat juga kembali dibongkar pada 18 Agustus sehingga semua warga terpaksa ditampung sementara di salah satu rumah warga.
Akhmad menambahkan warga Besipae menolak tindakan petugas. Menurut mereka, tanah tersebut adalah hak milik masyarakat adat sehingga harus dikembalikan kepada mereka melalui pemimpin adat setempat. Mereka meminta Kepala Satpol PP Provinsi NTT diproses secara hukum terkait dengan perusakan rumah warga secara sepihak. [Antara]