Suara.com - Matheda Esterina Selan, warga asal Pubabu, Besipae, Kabupaten Timor Tengah Selatan menceritakan kondisi keluarganya setelah menempati rumah yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi Tenggara Timur.
Menurutnya, kondisi rumah yang dibangun untuk merelokasi warga adat Besipase itu tak layak huni. Sebab, lanjutnya, ruangan rumah tersebut tak bisa menampung seluruh anggota keluarga.
"Pemerintah NTT sudah membangun rumah ada empat unit tapi tidak layak dihuni sama sekali," katanya seperti dilaporkan Antara, Kamis (20/8/2020).
Ia mengatakan hal itu menanggapi pertanyaan seputar kondisi rumah yang dibangun pemerintah Provinsi NTT untuk merelokasi warga dalam kasus konflik tanah di Pubabu, Besipae, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Pulau Timor.
Baca Juga: Warga Besipae: Bagaimana Mungkin 9 Orang Harus Tidur di Rumah 3 M x 3 M
Ia menjelaskan, keempat rumah yang dibangun pemerintah provinsi untuk merelokasi warga Besipae masing-masing di antaranya dua unit berukuran 5mx7m dan dua unit berukuran sekitar 3mx3m.
Menurut Esterina Sela, rumah tersebut tidak layak dihuni karena satu keluarga beranggotakan 5 orang, tujuh orang, dan 9 orang.
"Bagaimana mungkin 9 orang harus tidur di rumah ukuran 3mx3m," katanya.
Ia menjelaskan, kondisi rumah yang dibangun sudah beratap seng namun dindingnya dari kayu bebak (pelepa pohon gewang) dan berlantai tanah sehingga tidak nyaman untuk ditempati.
"Dinding rumah juga tidak sampai ke tanah tetapi ada rongga sehingga binatang bisa masuk kapan saja," katanya.
Baca Juga: Rumah-rumah Warga Besipae Dibangun Pakai Duit Sendiri, Tiba-tiba Dirusak
Sebelumnya, Wakil Gubernur NTT, Josef A Nae Soi, di Kupang, Rabu (19/8) mengatakan pemerintah NTT membangun rumah layak bagi warga Pubabu, Besipae, sehingga tidak lagi menempati rumah yang tidak layak huni.