Prancis dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang telah mempertahankan misi penjaga perdamaian di Mali sejak 2013, juga menyatakan kekhawatirannya.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres meminta pemulihan segera tatanan konstitusional dan supremasi hukum di Mali.
Berita tentang penahanan Presiden Keita disambut dengan perayaan di seluruh ibu kota oleh pengunjuk rasa anti-pemerintah yang menuntut presiden mundur.
"Semua orang Mali lelah - kami sudah muak," kata seorang demonstran.
Baca Juga: Cerita Makan Konate yang Gagal Mudik karena Mali Terapkan Lockdown
Mediator regional dari ECOWAS gagal untuk menjembatani kebuntuan antara pemerintah Keita dan para pemimpin oposisi.
Pada hari Selasa, tentara di Kati mengambil senjata dari gudang senjata di barak dan menahan perwira militer senior. Pengunjuk rasa anti-pemerintah juga membakar gedung milik menteri kehakiman Mali.
Cisse mendesak para prajurit untuk meletakkan senjata mereka. "Tidak ada masalah yang solusinya tidak dapat ditemukan melalui dialog," katanya dalam sebuah pernyataan.
Namun pemberontak sudah bergerak, mereka mulai menahan orang-orang di Bamako, termasuk menteri keuangan negara, Abdoulaye Daffe.
Kejatuhan politik Keita mirip dengan pendahulunya yakni Amadou Toumani Toure yang dipaksa keluar dari kursi kepresidenan pada tahun 2012. Saat itu, penyerangan dilakukan oleh pemberontak separatis etnis Tuareg.
Baca Juga: 24 Tentara Mali Tewas Akibat Serangan Saat Patroli Militer