Suara.com - Presiden Mali Ibrahim Boubacar Keita mengumumkan pengunduran dirinya pada Selasa (18/8/2020), hanya beberapa jam setelah ia disandera oleh tentara bersenjata.
Menyadur The Time, Rabu (19/8/2020), berita pengunduran diri Presiden Ibrahim Boubacar Keita disambut dengan kegembiraan oleh para demonstran anti-pemerintah dan kekhawatiran oleh mantan penguasa kolonial Prancis, dan sekutu serta negara asing lainnya.
Keita menyampaikan keputusan pengunduran dirinya di kantor berita nasional ORTM sambil mengenakan masker di tengah pandemi Covid-19.
"Saya berharap tidak ada darah yang tertumpah untuk membuat saya tetap berkuasa. Saya telah memutuskan untuk mundur." ungkap Keita.
Baca Juga: Cerita Makan Konate yang Gagal Mudik karena Mali Terapkan Lockdown
Dia juga mengumumkan bahwa pemerintahnya dan Majelis Nasional akan dibubarkan, yang pasti akan memperparah kekacauan negara di tengah pemberontakan Islam selama delapan tahun dan pandemi virus corona yang berkembang.
Tidak ada komentar langsung dari pasukan militer bersenjata setelah Keita menyampaikan keputusannya untuk mengundurkan diri.
Keita, yang terpilih secara demokratis pada tahun 2013 dan terpilih kembali lima tahun kemudian, hanya memiliki sedikit pilihan setelah tentara pemberontak merebut senjata dari gudang di kota garnisun Kati dan kemudian menduduki ibu kota Bamako.
Para tentara bersenjata tersebut juga ikut menahan Perdana Menteri Boubou Cisse bersama dengan presiden Keita.
Militer telah menerima pukulan selama setahun terakhir dari ISIS dan kelompok yang terkait dengan al-Qaeda. Gelombang serangan yang sangat mematikan di utara pada 2019 mendorong pemerintah untuk menutup pos terdepan yang paling rentan sebagai bagian dari reorganisasi yang bertujuan untuk membendung kerugian.
Baca Juga: 24 Tentara Mali Tewas Akibat Serangan Saat Patroli Militer
Pemberontakan tersebut dikutuk oleh Uni Afrika, Amerika Serikat, dan blok regional yang dikenal sebagai ECOWAS, yang telah mencoba menengahi krisis politik Mali.