Suara.com - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Choirul Anam menilai makna pakaian adat Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT, yang dikenakan Presiden Joko Widodo dalam upacara peringatan HUT ke-75 RI baru sebatas simbolis atau belum betul-betul dijadikan penghormatan dan perlindungan kepada masyarakat adat.
Pasalnya, sehari setelah itu, berlangsung intimidasi terhadap masyarakat adat Besipae, Nusa Tenggara Timur, yang dilakukan aparat. Kejadian itu amat disayangkan Komnas HAM.
"Penggunaan pakaian adat yang semestinya bermakna subtansi akan penghormatan dan perlindungan belum esensial dilakukan. Masih sebatas simbolisme. Sangat disayangkan kondisi kontradiksi ini. Di sisi lain dalam narasi kenegaraan ada nuansa perlindungan, penghormatan, namun secara faktual malah terjadi penggusuran, kekerasan," kata Anam kepada Suara.com, Rabu (19/8/2020).
Dalam upacara yang berlangsung di Istana, Jakarta, Senin (17/8/2020), penuh nuansa keberagaman. Jokowi mengenakan pakaian adat Timor Tengah Selatan, sedangkan Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengenakan pakaian adat melayu Indonesia.
Baca Juga: Disertai Suara Tembakan, Aparat Usir Warga Adat Besipae dari Rumahnya
Anam berharap kepada Jokowi beserta jajaran pemerintah jangan mengenakan pakaian adat sekedar sebagai simbol. Mestinya maknanya lebih jauh dari itu, mau benar-benar membuktikan keperpihakan pada masyarakat adat dengan membela hak-hak mereka, khususnya adat Besipae.
"Oleh karena menjadi penting bagi Presiden dan jajarannya sampai di level daerah untuk membuktikan bahwa pakaian adat yang digunakan oleh presiden dalam acara kenegaraan tersebut tidak sekedar simbolisme. Namun substansial dan nyata dengan cara menyelesaikan kasus masyarakat adat Besipae yang tergusur tersebut dengan mekanime penghormatan dan perlindungan HAM," kata Anam.
Masyarakat adat Besipae mendapat intimidasi ketika anggota Brimob Polri, TNI, dan Satuan Polisi Pamong Praja melakukan upaya mengosongkan salah satu lahan di Kecamatan Amnuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan.
Intimidasi terjadi karena masyarakat adat Besipae menolak meninggalkan lahan yang telah mereka huni secara turun temurun.
Dalam upaya pengosongan lahan yang terjadi pada Selasa (18/8/2020), pagi, petugas sampai mengeluarkan tembakan peringatan dan hal itu membuat anak-anak dan ibu-ibu histeris.
Baca Juga: Jeritan Pilu Wanita Adat Besipae: Tuhan Tidak Buta, Tuhan Tidak Buta...!
"Iya benar (ada tembakan peringatan) sekitar pukul 10 WITA," kata advokat masyarakat adat Besipae, Ahmad Bumi, kepada Suara.com pada malam harinya.