Suara.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia Mahfud MD angkat bicara soal penurunan angka kemiskinan di Indonesia pada akun Twitter pribadinya Selasa (18/8/2020).
Menurut Mahfud MD, persentase kemiskinan menurun dari masa ke masa. Pada masa kolonial, hampir seluruh masyarakat miskin. Sementara masa Orde Baru, Akhir Reformasi, Akhir Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono Pertama, dan Periode Pertama Jokowi, persentase kemiskinannya masing-masing 56%, 18%, 12%, dan 9%.
Namun, terdapat kenaikan persentase kemiskinan di masa covid-19 ini. Persentase kemiskinan naik menjadi 9,7%.
Mendapat protes warganet untuk dikoreksi kembali
Baca Juga: Mahfud MD, Tito hingga Yasonna Dilantik Jokowi jadi Komisioner Kompolnas
Unggahan Mahfud MD mengundang banyak komentar warganet. Sejumlah warganet tampak mengoreksi angka persentase yang tidak sesuai dengan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
"Mohon maaf Pak Menteri, mohon dibetulkan data kemiskinan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Beliau memimpin sampai dengan 20 Oktober 2014. Data BPS per Semptember saja angka kemiskinan 10,96%. Kenapa Bapak tulis 12%? Mungkin Bapak gunakan data Maret 2014? Sekali lagi mohon dikoreksi datanya. Terima kasih", timpal akun @OssyDermawan pada Rabu (19/8/2020).
Badan Pusat Statistik pernah mengeluarkan data Jumlah Penduduk Miskin September 2014 pada (02/1/2015).
Dilihat dari data Badan Pusat Statistik, persentase kemiskinan pada masa akhir Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono atau September 2014 sebesar 10,96%, berbeda dengan data yang ditampilkan oleh Mahfud MD.
Ketidaksesuaian data ini mendapat reaksi beragam dari warganet. Pasalnya, sejumlah warganet menganggap bahwa ketidakakuratan data adalah masalah yang besar.
Baca Juga: Data BPS, Masyarakat Mulai Berani Bepergian di Awal Juni 2020
"Kok datanya tidak akurat, Pak?" Semoga tidak disengaja karena kalau disengaja maka itu disebut kezaliman", ungkap pengguna akun Twitter @caknawa pada Rabu (19/8/2020).
Sampai tulisan ini dibuat, Unggahan Mahfud MD tersebut sudah diretweets lebih dari 300 kali, disukai oleh lebih dari 1.100 pengguna akun twitter, dan dibalas oleh lebih dari 300 orang.
"Kalau miskin menurut UU ya benar sekali, angka kemiskinan Indonesia menurun. Referensi miskin Prof menurut UU, ya kan kualifikasi miksin sekarang beda menurut warganet. Mungkin pengertian miskin menurut UU harus diubah sesuai zaman", timpal akun @sangpen57494536
Aktivis: 4 Orang Terkaya Indonesia Setara 100 Juta Penduduk
Aktivis Margianta Surahman Juhanda Dinata menyoroti kesenjangan ekonomi penduduk Indonesia. Dia mengungkapkan bahwa empat orang terkaya Indonesia setara dengan 100 juta penduduk.
Pernyataan Margianta ini mengacu dari laporan The Interpreter, situs milik oleh Lowy Institute. Laporan itu dirilis dalam tulisan berjudul "Indonesia: the not so good news" yang diterbitkan pada Senin, 3 Februari 2020.
"Berita baik tentang kesuksesan ekonomi Indonesia menutupi situasi nyata: Indonesia menjadi negara kaya, tetapi masih memiliki banyak orang yang sangat miskin, dan mereka tidak berhasil," seperti dikutip dari Lowyinterpreter.org, Jumat (14/2/2020).
Disebutkan di laporan itu, kekayaan baru Indonesia tidak mengalir dengan baik. Kekayaan empat miliarder terkaya di Indonesia ($ 25 miliar) setara dengan pendapatan 40% orang miskin di Indonesia (100 juta orang).
Margianta kemudian membuat cuitan di akun Twitter pribadinya, @margianta, pada Kamis (13/2/2020).
Ia mengungkapkan bahwa dua dari empat orang terkaya itu adalah pengusaha rokok.
"Ironisnya, 2 orang teratas paling kaya ini adalah konglomerat Big Tobacco yang membangun kekayaan mereka dengan menjual rokok di mana pelanggan utamanya adalah orang kelas menengah ke bawah," tulis Margianta dalam bahasa Inggris.
Dalam cuitan berikutnya, aktivis ini menyoroti soal BPJS. Layanan kesehatan yang diberikan pemerintah itu dianggap gagal.
"Sementara itu, layanan kesehatan nasional kita, BPJS Kesehatan gagal bayar karena klaim yang tinggi (disebabkan oleh faktor risiko seperti merokok). Dengan demikian, kami membayar $ 1,2 miliar dari pengeluaran kesehatan terkait merokok per tahun. Tebak siapa yang masih kaya? Big Tobacco," cuitnya.