Suara.com - Kelompok yang menamakan diri Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia dideklarasikan di Jakarta, Selasa (18/8/2020).
Walau digagas sejumlah orang yang pernah mendukung calon presiden Prabowo Subianto pada pilpres sebelumnya, mereka membantah memiliki motif politik terkait pemilu 2024 mendatang.
Namun, menurut pakar ilmu politik, kelompok ini tidak akan berdampak besar pada peta perpolitikan nasional. Kelompok ini disebut hanya akan menjadi wadah mempertahankan eksistensi.
Beberapa orang yang ikut mendirikan kelompok ini pernah mendukung Prabowo Subianto pada pilpres 2019, seperti Said Didu, Malem Sambat Kaban, Rocky Gerung, dan Ichsanuddin Noorsy.
Baca Juga: Gerindra Tak Masalah KAMI Kritik Pemerintah, Asal...
Ada pula mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang pernah mendapat dukungan untuk menjadi bakal calon presiden pada pilpres 2019.
Walau berisi orang-orang yang aktif dalam politik praktis, salah satu inisiator KAMI Refly Harun, membantah kelompoknya tengah bersiasat untuk pemilu 2024.
Refly, yang pernah diserahi jabatan komisaris utama perusahaan pelat merah pada pemerintahan Joko Widodo, menyebut KAMI dibentuk hanya untuk mengkritik kebijakan pemerintah.
"Gerakan ini ingin memberikan sumbangan pemikiran, dan melakukan upaya korektif kalau ada kekurangan dalam praktik bernegara," kata Refly via telepon.
"Kelompok seperti ini pasti berkaitan dengan aktivitas politik. Tapi apakah kami akan mendorong tokoh tertentu (untuk jadi presiden)? Tidak."
Baca Juga: Isu Dinasti Politik Gibran, Pengamat: Tak Ada Aturan Larang Dinasti Politik
"Saya belum mendengar pembicaraan ke arah sana. Saya juga tidak tertarik ke sana karena saya bergabung setelah melihat bahwa perjuangannya nilai. Yang dibangun sistem," ujarnya.
Pada deklarasi di Tugu Proklamasi, Jakarta, KAMI membacakan delapan tuntutan kepada pemerintah. Isu yang mereka angkat antara lain tentang penanganan pandemi Covid-19, oligarki dan dinasti politik, serta dugaan kriminalisasi terhadap pengkritik pemerintah.
Kenapa tidak bentuk partai?
KAMI bisa berdampak positif bagi pemerintahan, jika melontarkan kritik yang berbasis data serta solusi konkret, kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Djarot Saiful Hidayat.
"Kami justru membutuhkan kritik. Jangan bertindak karena dendam atau iri hati. Kami harap banyak tokoh yang memposisikan diri sebagai negarawan, bukan sebaliknya," ujar Djarot.
"Tidak akan jadi masalah bagi pemerintah sepanjang tidak mengadu domba, menebarkan ujaran kebencian dan hoaks," tuturnya.
Namun, Djarot heran para penggagas KAMI tidak memilih mendirikan partai politik, apalagi jika tujuan akhir mereka adalah berpengaruh dalam pemilu.
Kalau benar untuk ancang-ancang tahun 2024, mengapa tidak mendirikan partai politik? Pilar utama demokrasi kan partai politik," kata dia.
Salah satu penggagas KAMI, Ahmad Yani, eks politikus beberapa partai, menyatakan hanya akan menjadi gerakan moral.
Ahmad mengklaim kelompoknya tidak akan berubah menjadi organisasi masyarakat atau partai. Ia juga menolak jika kelompoknya disebut sebagai 'oposisi pemerintah'.
"Kami tidak dalam kerangka politik. Pemoilu 2024 itu adalah kerangka dan kegiatan politik. Kami menjauhi itu," ujarnya kepada pers usai deklarasi.
'Kritikus abadi'
Pakar politik di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Indria Samego menilai kelompok baru ini tidak berpotensi memainkan peran besar dalam peta politik nasional.
Walau selama ini sudah sering mempersoalkan kebijakan pemerintah, Indria menyebut gerakan yang digagas oleh KAMI tidak akan menjadi perbincangan utama masyarakat.
"Yang membentuk KAMI itu para pengkritik yang abadi terhadap pemerintah. Yang mereka sampaikan punya dasar, tapi pemerintah tidak bisa memenuhi semua kritik mereka," ucapnya.
"Mereka memang vokal di media massa, tapi pengaruh mereka tidak sampai ke seluruh masyarakat, apalagi di akar rumput."
"Sepertinya ini tidak lebih dari upaya menjaga eksistensi mereka di perpolitikan," kata Indria.
Apa langkah setelah deklarasi?
Refly Harun menyebut belum ada agenda tertentu yang akan KAMI gulirkan dalam waktu dekat. Meski begitu, ia berkata mereka akan muwujudkan kritik melalui mekanisme pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi.
"Beberapa kelompok sudah melakukannya, misalnya gugatan terhadap Perppu Penanganan Covid-19 oleh koalisi yang dipimpin Din Syamsuddin. Kami akan mendorong langkah-langkah seperti itu," kata Refly.
Juni lalu, MK menolak gugatan Din sehingga beleid itu tetap berlaku sampai saat ini.