Suara.com - Populisme Islam mengancam kebhinnekaan Indonesia sebagai negara-bangsa dan menurunkan kualitas demokrasi.
Populisme ini tidak hanya datang dari kelompok politik agama, melainkan juga kelompok nasionalis.
Demikian salah satu kesimpulan yang muncul dalam orasi kebangsaan Saiful Mujani yang diselenggarakan dalam rangka Hari Kemerdekaan Indonesia dan Dies Natalis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, baru-baru ini.
“Terlepas dari sejumlah kekurangan di sana-sini,” kata Saiful, “bangsa Indonesia cukup berhasil dalam pembangunan politik yang relevan dengan kebhinnekaan sejak peralihan dari rezim orde baru ke orde reformasi.”
Baca Juga: Mantan Pelatih Timnas Indonesia, Henk Wullems Meninggal Dunia
Pendiri Saiful Mujani Research and Consulting itu mengatakan, sejak 1998, demokrasi Indonesia mengalami kemajuan, terutama dalam aspek hak-hak politik.
Tapi dalam enam tahun terakhir mengalami sedikit kemunduran dalam hal-hal yang banyak berkaitan dengan kebinnekaan Indonesia sebagai negara-bangsa.
Menurut Saiful Mujani persoalan utama yang menurunkan kualitas kebebasan sipil yang terkait dengan kebhinnekaan adalah munculnya apa yang disebut sebagai islamisasi.
Namun demikian, Saiful Mujani menegaskan bahwa islamisasi pada level keluarga dan individu bukan hal yang perlu dipersoalkan.
“Yang jadi masalah bagi kebinnekaan Indonesia adalah apabila Islamisasi itu merupakan produk kebijakan negara atau pemerintah, meskipun hanya berlaku bagi yang beragama Islam,” kata dosen FISIP UIN Syarif Hidayatullah.
Baca Juga: Cerita Erick Thohir Pernah Direndahkan saat Jadi Pekerja Migran
Dia menambahkan bila itu yang terjadi, maka sesungguhnya Piagam Jakarta kembali hidup dalam demokrasi Indonesia sekarang: sebuah kebijakan negara, pusat atau daerah, yang hanya berlaku bagi orang Islam, dan tidak berlaku bagi non-Islam.