Wajib Tahu, Dua Pengubah Permainan Peta Politik dan Ekonomi Indonesia

Siswanto Suara.Com
Selasa, 18 Agustus 2020 | 06:00 WIB
Wajib Tahu, Dua Pengubah Permainan Peta Politik dan Ekonomi Indonesia
Presiden PKS Sohibul Iman. (Suara.com/M Yasir).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman menyoroti dua faktor yang disebut akan menjadi pengubah permainan dari lanskap ekonomi dan politik hari ini dan masa-masa mendatang.

"Ada dua faktor yang akan menjadi pengubah permainan (game changer) yakni pandemi dan demokrasi. Dua faktor ini akan saling mempengaruhi satu sama lain membentuk lanskap ekonomi-politik baru," kata Sohibul Iman, baru-baru ini.

Sohibul menerangkan terkait situasi pandemi. Indonesia per tanggal 16 Agustus 2020 sudah mencatat kasus positif lebih dari 137 ribu dengan korban meninggal 6.071 atau tingkat kematian 4,4 persen.

Menurut Sohibul, hal pertama yang harus dilakukan adalah melakukan mitigasi penyebaran pandemi Covid-19. Pemerintah harus mampu mengendalikan dan menurunkan tingkat penyebarannya.

Baca Juga: Gara-gara Pandemi, Pertumbuhan Potensial Indonesia Lenyap Seketika

"First thing first adalah bagaimana mendorong akselerasi kapasitas pemerintah pusat dan Daerah dalam melakukan testing dan tracing. Tanpa kebijakan testing dan tracing yang masif, kita akan sulit menurunkan kurva epidemi," kata Sohibul.

Mantan wakil ketua DPR mengkritik data statistik yang dilaporkan pemerintah sebagai angka yang sangat konservatif dan tidak mencerminkan fakta sebenarnya.

Hal tersebut, menurut dia, disebabkan dua hal. Pertama, karena setiap korban meninggal yang berstatus suspect, pasien dalam pengawasan  dan orang dalam pantauan  tidak dicatat sebagai kematian akibat Covid-19 mengingat belum ada hasil tesnya.

"Kedua, rendahnya kemampuan testing Pemerintah. Saat ini Pemerintah Indonesia hanya mampu melakukan testing akumulatif sebanyak 1,8 juta test atau jika dirata-rata hanya sekitar 6.800 spesimen per 1 juta penduduk. Angka ini sangat jauh dari ideal jika dibandingkan negara-negara lain di Asia, Eropa dan Amerika," kata Sohibul.

Selain pandemi, masa depan demokrasi akan sangat menentukan arah ekonomi-politik bangsa Indonesia.

Baca Juga: Menaker: Uang Subsidi Gaji Diharapkan Bisa Pulihkan Ekonomi

Sohibul menyebut relasi antara otoritas negara, kekuatan pasar dan hak-hak rakyat akan ditentukan oleh bagaimana pemerintah menjalankan roda pemerintahan.

"Apakah pemerintah memilih jalan konsolidasi demokrasi atau justru menjadikan pandemi sebagai justifikasi untuk melanggengkan hegemoni oligarki politik dan membuka jalan kembalinya otoritarianisme?" kata Sohibul.

Menurut Sohibul, Indonesia sudah pernah terjebak dua kali dalam rezim pseudo-democracy atau demokrasi semu yang sejatinya merupakan rezim otoritarianisme, yakni pada masa demokrasi terpimpin (1959-1967) di era Orde Lama dan masa “Demokrasi Pancasila” (1967-1998) di era Orde Baru.

Kegagalan kedua rezim tersebut dalam mengkonsolidasikan demokrasi dari demokrasi prosedural menuju demokrasi substansial menjadikan keduanya memilih jalan pintas dengan memutar balik (turn around) ke pilihan authoritarian.

Dikatakan, selama 20 tahun lebih proses demokratisasi pasca reformasi, Indonesia kembali lagi terjebak dalam demokrasi prosedural dalam bentuk yang lain.  Ada yang mengatakan Indonesia saat ini terjebak dalam demokrasi oligarki, dimana demokrasi dikendalikan oleh segelintir elit yang menguasai sumber daya kapital.

"Oligarki membajak demokrasi dan aktor-aktor demokrasi untuk menghamba kepada kepentingan pemilik modal. Oligarki menguasai elit politik dan para pembuat kebijakan untuk memuluskan kepentingan pemodal dan investor melalui regulasi yang diciptakan," kata dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI