"Apakah pemerintah memilih jalan konsolidasi demokrasi atau justru menjadikan pandemi sebagai justifikasi untuk melanggengkan hegemoni oligarki politik dan membuka jalan kembalinya otoritarianisme?" kata Sohibul.
Menurut Sohibul, Indonesia sudah pernah terjebak dua kali dalam rezim pseudo-democracy atau demokrasi semu yang sejatinya merupakan rezim otoritarianisme, yakni pada masa demokrasi terpimpin (1959-1967) di era Orde Lama dan masa “Demokrasi Pancasila” (1967-1998) di era Orde Baru.
Kegagalan kedua rezim tersebut dalam mengkonsolidasikan demokrasi dari demokrasi prosedural menuju demokrasi substansial menjadikan keduanya memilih jalan pintas dengan memutar balik (turn around) ke pilihan authoritarian.
Dikatakan, selama 20 tahun lebih proses demokratisasi pasca reformasi, Indonesia kembali lagi terjebak dalam demokrasi prosedural dalam bentuk yang lain. Ada yang mengatakan Indonesia saat ini terjebak dalam demokrasi oligarki, dimana demokrasi dikendalikan oleh segelintir elit yang menguasai sumber daya kapital.
Baca Juga: Gara-gara Pandemi, Pertumbuhan Potensial Indonesia Lenyap Seketika
"Oligarki membajak demokrasi dan aktor-aktor demokrasi untuk menghamba kepada kepentingan pemilik modal. Oligarki menguasai elit politik dan para pembuat kebijakan untuk memuluskan kepentingan pemodal dan investor melalui regulasi yang diciptakan," kata dia.