Suara.com - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyatakan, jika selama ini pemerintah tidak pernah mendengarkan pendapat mereka ihwal sekolah yang seharusnya masih ditutup selama pandemi.
Hingga akhirnya, jumlah kasus anak yang terpapar Covid-19 terus meningkat.
Ketua IDAI Aman Pulungan menyatakan, pihaknya pernah diminta pendapat DPR soal pertimbangan sekolah di masa pandemi.
Saat itu, kata dia, IDAI sudah merekomendasikan sekolah tidak dibuka, namun kenyataannya pemerintah abai.
Baca Juga: 18 Agustus Sekolah Dibuka di Serang, Seluruh Guru Rapid Test
Pemerintah tetap memberi kebijakan pembukaan sekolah bertahap melalui surat keputusan bersama (SKB) empat menteri.
"Entah siapa yang mengizinkan buka sekolah, apakah yang mau sekolah ini paham kasus ini bisa kejadian sama keluarga mereka? Saya diundang ke DPR, semua sepakat sekolah jangan dibuka dulu. Tapi apa suara DPR tidak didengar lagi sekarang? Sekolah tetap dibuka," kata Aman dalam konferensi pers virtual, Senin (17/8/2020).
Aman juga menyatakan tidak sepakat sekolah dibuka berdasarkan zonasi wilayah sebaran Covid-19. Menurutnya, sistem zonasi tidak bisa menjadi dasar pembukaan sekolah.
Sebab, sewaktu-waktu status zonasi di wilayah bisa berubah seiring tingkat kasus positif Covid-19. Ia pun meminta pemerintah untuk mendengarkan pendapat IDAI di setiap daerah sebagai bahan pertimbangan.
"Ketentuan zonasi ini kita tidak sepakat. Pernah ada satu zona yang dikatakan hijau, saya telepon ketua IDAI-nya, bagaimana zona ini, oh kita ada kasus baru anak, zona ini kan seminggu-dua minggu lalu, tapi kalau data kemarin bisa berubah lagi, ini sangat dinamis," tutur Aman.
Baca Juga: Sekolah Mau Dibuka Lagi, 106 Guru di Kota Serang Takut Ikuti Rapid Test
Dalam konferensi pers pernyataan sikap bersama menolak pembukaan sekolah secara daring, IDAI sekaligus merekomendasikan Presiden Joko Widoso melalui Kementerian Kesehatan agar tidak segan melakukan penutupan kembali sekolah yang telah buka sampai pandemi berakhir.
Apalagi, jika ditemukan ada kasua positif Covid-19 yang menimpa baik guru maupun siswa.
"IDAI memprediksi tahun ajaran sampai 2021 kita sebenarnya tidak bisa buka sekolah. Karena apa kita tidak didengar. kalau kita didengar, kita mungkin bisa membuat beberapa sekolah buka. Tapi kita tidak didengar, akhirnya kita kusut sekarang," ujar Aman.
Pemerintah Berikan Izin
Sebelumnya, pemerintah secara resmi mengizinkan daerah zona risiko rendah atau zona kuning untuk memulai pembelajaran tatap muka di sekolah pada masa pandemi Virus Corona atau Covid-19.
Total ada 276 Kabupaten/Kota yang diperbolehkan membuka sekolah.
Keputusan ini diambil setelah pemerintah merevisi Surat Keputusan Bersama 4 Menteri; Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran 2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
"Kami merevisi SKB untuk memperbolehkan (zona kuning dan hijau), itu kata kuncinya, memperbolehkan bukan memaksakan, memperbolehkan pembelajaran tatap muka dengan mengikuti protokol kesehatan yang ketat," kata Nadiem dalam konferensi pers virtual, Jumat (7/8/2020).
Mendikbud Nadiem Makarim menjelaskan jika sebelumnya hanya zona hijau yang boleh membuka sekolah, saat ini pemerintah menambah pembukaan sekolah ke zona kuning.
Berdasarkan catatan Satgas Penanganan Covid-19 per tanggal 3 Agustus 2020 di zona kuning dan hijau berjumlah 276 kabupaten/kota dan terdapat 43 persen peserta didik di dalamnya.
Nadiem menegaskan keputusan pembukaan sekolah harus melalui izin dan pengawasan yang ketat dari Pemerintah Daerah dan Satgas Covid-19 setempat, dan yang paling penting persetujuan dari orang tua untuk mengembalikan pendidikan anaknya ke sekolah.
"Kami masih mementingkan otonomi dan prerogatif setiap pemerintah daerah, komite sekolah, kepala sekolah, dan setiap orang tua di Indonesia harus dengan persetujuan semuanya," jelasnya.
Nadiem memaparkan kebijakan ini ditujukan untuk Sekolah Dasar (SD/MI/SLB), Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas (SMA/MK/SMK/MAK).
Sementara untuk Pendidikan Anak Usia Dini Formal (PAUD/TK/RA/TLKB/BA), dan non-formal (KB/TPA/SPS) baru bisa dimulai dua bulan setelah sekolah-sekolah jenjang di atasnya membuka sekolah.