Suara.com - Nama sepeda Kreuz menjadi sorotan, terutama setelah Presiden Jokowi mengunggah pose saat mengendarai tunggangan tersebut melalui akun resmi Instagram miliknya.
Sejatinya, ada tiga sepeda yang dipamerkan Joko Widodo dalam unggahannya di akun @jokowi, Minggu (16/8/2020). Ketiga sepeda itu buatan lokal. Mereka adalah Kreuz, Polygon serta Element.
Dalam unggahan itu, Jokowi menuliskan keterangan bersepeda sangat penting untuk menjaga imunitas di tengah pandemi virus corona. Presiden secara tersirat juga mengajak masyarakat untuk melakoni kegiatan bersepeda.
“Hidup sehat dan berolahraga di era pandemi sangat penting, agar imunitas tubuh terjaga. Saya rutin bersepeda untuk menjaga kebugaran. Ini sepeda yang saya pakai, ada Kreuz, ada Polygon, ada Element. Semuanya buatan Indonesia,” tulisnya.
Baca Juga: Viral, Aktor Korea Shin Sung Rok Dibilang Mirip Jokowi
Melansir Harianjogja--jaringan Suara.com, nama Polygon dan Element mungkin sudah tidak asing bagi publik. Popularitas keduanya meningkat seiring bertumbuhnya tren bersepeda di masyarakat.
Adapun Kreuz, pembuat sepeda lipat lokal asal Bandung, Jawa Barat, merupakan pemain baru dalam industri sepeda.
Industri rumahan yang terletak di Jalan Jonas, Bandung, ini begitu menarik minat pesepeda lantaran memiliki desain dan ketangguhan yang tidak kalah dari Brompton.
Seperti halnya Brompton, Kreuz juga dibuat secara handmade atau buatan tangan. Founder Kreuz Yudi Yudiantara mengatakan nama Kreuz diambil dari Bahasa Sunda, yaitu kare’es yang berarti kebanggan.
“Ada juga yang mengartikan bahwa Kreuz itu singkatan dari kreasi urang Sunda,” tuturnya dikutip dari laman resmi Facebook Kreuz.
Baca Juga: Anggaran Kemenhan Ditambah, Pendiri PAN: Menhan Dimanjakan Jokowi, Ada Apa?
Yudi menuturkan bahwa perjalanan mendirikan Kreuz bermula dari ketidaksengajaan. Dia bersama dengan Jujun Junaedi, yang juga founder, awalnya memproduksi aksesori tas pannier. Tas ini biasanya dipasangkan sebagai aksesori di sepeda Brompton.
Bermula dari hal tersebut, keduanya mulai mengeksplorasi ide lebih luas dengan membuat sepeda lipat serupa Brompton.
Seiring dengan tren bersepeda yang terus tumbuh, popularitas Kreuz lambat laun turut meningkat. Yudi mengatakan inden sepeda ini mencapai 100 frame hingga Februari 2020. Tiap bulannya, Kreuz menargetkan produksi 10 unit sampai dengan 15 unit.
Adapun, harga frame set sepeda Kreuz mencapai Rp 3,5 juta. Apabila ingin membeli fullbike, konsumen perlu merogoh kocek sebanyak Rp 8 juta. Harga itu berbanding jauh dengan Brompton, yang memiliki harga mulai dari Rp 14 jutaan hingga Rp 55 jutaan.
Yudi menyatakan bahwa usaha sepedanya tidak akan mengganggu eksistensi Brompton, karena kedua merek ini memiliki ceruk pasar tersendiri. Kreuz hadir untuk mengisi permintaan para pencinta sepeda yang memiliki bujet minimal.
Bersepeda memang diketahui memiliki sejarah panjang. Naik-turunnya tren sepeda dicatat jelas oleh Carlton Reid dalam bukunya yang berjudul Bike Boom: The Unexpected Resurgence of Cycling.
Reid dalam bukunya menuturkan bahwa tren bersepeda terjadi pada 1896 hingga 1897. Saat itu, sepeda di Amerika Serikat dan Eropa dipandang sebagai simbol kaum elite, penanda status, gaya hidup sehat, dan kemakmuran.
Namun, seiring perjalannya, bersepeda tidak sekadar menjadi tren dan gaya hidup, tetapi menjelma sebagai cara hidup. Belanda, misalnya, berhasil mewujudkan bersepeda sebagai salah satu transportasi publik, dengan populasi pesepedanya mencapai 25 persen.