Suara.com - Mantan Ketua DPR dari Fraksi Demokrat Marzuki Alie mengungkap kenapa kepala daerah banyak yang terseret kasus korupsi. Salah satu faktornya, ongkos untuk dapat kendaraan politik supaya bisa maju ke pilkada nilainya mahal banget.
"Kenapa kepala daerah banyak terjebak kasus korupsi? Semua paham, karena cost politik untuk menjadi kepala daerah yang mahal. Namun tidak ada niatan untuk melakukan perubahan. Ada yang ikut menikmati uang mahar atau bayar kendaraan," kata Marzuki melalui akun Twitter @marzukialie_MA yang dikutip Suara.com.
Marzuki menegaskan bahwa uang mahar atau untuk membayar kendaraan politik merupakan bagian dari kejahatan dan hal itu harus dilarang keras.
Itu sebabnya, dia mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kementerian Dalam Negeri untuk mengingatkan serta melarang praktik mahar di pilkada. "Itu suap," katanya.
Baca Juga: Perjalanan Kasus Korupsi Nazaruddin dan 'Nyanyiannya' yang Bikin Heboh
Dalam laporan jurnalis Suara.com sebelumnya, praktik mahar politik harus benar-benar diwaspadai jelang pilkada serentak 9 Desember.
Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute Arfianto Purbolaksono dalam laporan itu mengatakan praktik mahar politik perlu diwaspadai karena selama ini sudah biasa dilakukan.
Padahal, kata dia, pemberian mahar politik itu dilarang oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Dalam Pasal 187B dan 187C disebutkan larangan bagi partai politik atau gabungan partai politik menerima imbalan dalam bentuk apapun selama proses pencalonan kepala daerah.
"Peraturan itu juga melarang setiap orang memberikan imbalan kepada partai dalam proses pencalonan pilkada," kata Anto.
Menurut Anto praktik mahar politik bisa muncul karena lemahnya institusionalisasi partai politik di Indonesia.
Baca Juga: Babas Dari Penjara, Eks Terpidana Korupsi Nazaruddin Ingin Bangun Masjid
Persoalan institusionalisasi partai disebabkan karena, pertama, masih kuatnya pengaruh figur di internal parpol, dimana ciri dari belum kuatnya institusionalisasi parpol adalah dominasi personal dari seorang elit politik.
"Konsekuensi dari kuatnya pengaruh elit dalam tubuh partai politik di Indonesia menyebabkan rekuitmen politik hanya dikuasai oleh sekelompok orang. Kuatnya pengaruh elit dalam rekrutmen politik menyebabkan biaya politik untuk menempati jabatan politik menjadi mahal," ujarnya.
"Hal ini dikarenakan para kandidat harus menyerahkan mahar politik kepada partai politik. Padahal rekrutmen politik merupakan salah satu fungsi yang penting dari partai politik," kata dia.
Menurut dia sebenarnya ada cara untuk menghilangkan mahar politik dalam penyelenggaraan pilkada 2020, yakni penguatan kelembagaan partai politik agar menjadi instutusi demokrasi yang kuat dan berjalan dengan optimal.