Pada poin kedua ini, Fadli menyinggung sooal revisi APBN 2020 yang telah dilakukan sebanyak dua kali. Ia juga mengungkit soal prediksi pemerintah tentang pandemi yang diperkirakan akan melandai pada Juli atau Agustus 2020, namun prediksi itu keliru.
Fadli melihat ada kejanggalan ketika kurva pandemi terus menanjak namun alokasi anggaran untuk penanganan wabah justru berkurang.
"Ketiga, perlindungan sosial untuk rakyat kecil justru dikurangi. Kalau kita lihat postur RAPBN 2021, angaran Kementerian Sosial (Kemensos) tahun 2021 "hanya" berjumlah Rp 92,82 triliun, alias turun dari anggaran tahun ini Rp 134 triliun," Fadli melanjutkan.
Penurunan anggaran untuk Kemensos ini dikhawatirkan akan mengurangi nilai bantuan sosial tunai untuk 10 juta keluarga penerima manfaat.
Baca Juga: Tema APBN 2021 Seharusnya Penyelamatan Ekonomi Nasional
Berkurangnya bantuan untuk masyarakat ini dinilai ironis mengingat salah satu kunci pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi rumah tangga, sementara banyak masyarakat yang telah kehilangan pekerjaan, penghasilan, dan kemungkinan bantuan sosial dari pemerintah.
"Keempat, serapan belanja pemerintah sangat rendah. Kementerian Keuangan menyebutkan, hingga akhir Juli kemarin, realisasi belanja untuk PEN baru mencapai 19 persen atau sekitar Rp 136 triliun dari total Rp 695 triliun yang dianggarkan," tulis Fadli.
Nilai serapan itu dianggap Fadli sangat rendah mengingat pemerintah telah diberi "kekebalan hukum" dalam mengalokasikan dan menggunakan anggaran.
"Jika serapan belanja pemerintah hingga kuartal kedua saja serendah itu, maka proyeksi bahwa pertumbuhan ekonomi kita bisa kembali ke angka 5 persen tahun depan adalah proyeksi yang terlalu muluk," tukas Fadli.
Baca Juga: Jokowi Sebut Ekonomi Tumbuh Sampai 5 Persen, Demokrat: Butuh Effort Besar