Koleksi Museum Balaputra Dewa, dari Pra Sriwijaya hingga Kemerdekaan RI

Minggu, 16 Agustus 2020 | 14:36 WIB
Koleksi Museum Balaputra Dewa, dari Pra Sriwijaya hingga Kemerdekaan RI
Koleksi Museum Negeri Sumsel. (Suara.com/Rio)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ibu Kota Sumatera Selatan yakni Palembang memiliki museum yang bisa Anda jelajahi bersama keluarga dan anak-anak sebagai sarana rekreasi dan edukasi kultural.

Museum yang bisa Anda kunjungi itu bernama Museum Negeri Sumatera Selatan ‘Balaputra Dewa’.

Museum tersebut terletak di Jalan Srijaya I, No. 288, KM 5,5, Kota Palembang.

Baca Juga: 5 Fakta Menarik Sejarah HUT RI 17 Agustus

Ya, museum yang dibangun di atas lahan seluas 23,565 meter persegi ini merupakan satu-satunya museum umum yang dikelola oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Sumatera Selatan.

Di museum yang mulai diresmikan pada 5 November 1984 ini, Anda bisa menjelajahi ribuan koleksi arkeologi dari masa ke masa.

Mulai dari masa pra Sriwijaya, masa Sriwijaya, masa Kesultanan Palembang, masa kolonialisme, masa pendudukan Jepang, dan masa revolusi fisik atau perjuangan kemerdekaan.

Semua koleksi yang menarik dari masa ke masa itu tersimpan dan terpamerkan pada Taman Megalith, tiga Gedung Pameran Tetap, Bangsal Arca, Rumah Limas, dan Rumah Ulu. Semuanya pun berjajar dan tersusun rapi di museum itu.

“Koleksi masterpiece (unggulan) yang ada di museum ini adalah Prasasti Swarnapatra, Arca Megalith Batu Gajah, Arca Ibu Mendukung Anak, Kitab Undang-Undang Simbur Cahaya, dan masih banyak lainnya,” ujar Tour Guide Museum Negeri Sumsel Tamzi kepada Suara.com, Minggu (16/8/2020).

Baca Juga: HUT RI: Peran Laksamana Maeda dalam Perumusan Proklamasi Kemerdekaan

Total yang dipamerkan pada museum itu mulai dari masa pra sejarah hingga perjuangan kemerdekaan kurang lebih 7.000 koleksi.

“Dari semua koleksi itu, paling tua adalah Relief besar dan Arca Megalith Batu Gajah,” ucap dia sembari memperlihatkan Relief yang terletak pada bagian depan museum tersebut.

Tamzi menjelaskan sedikit tetang Relief maha besar itu. Menurut dia, Relief tersebut menceritakan kehidupan masyarakat Sumatera Selatan.

Dalam Relief besar tersebut terdapat tiga penari yang digambarkan sedang bermain tarian Gending Sriwijaya lengkap dengan lagunya.

Bukan itu saja, pada relief itupun terdapat kerbau, rumah limas, kerajinan songket, hingga aliran Sungai Musi lengkap dengan perahu dan ikon Kota Palembang yakni Jembatan Ampera.

Tak jauh dari situ, tepatnya pada dinding museum itu terlihat motif berbentuk bunga matahari dan daun melati.

“Nah, kalau bunga itu melambangkan kehidupan. Sementara melati itu melambangkan kesucian,” ucap Tamzi.

Ketika melangkah ke lorong pertama pada museum itu, mata kita akan dimanjakan dengan beragam Arca yang berjejer di Taman Megalith.

Ukuran setiap Arca-nya pun cukup besar lho. Di taman ini merupakan kepercayaan akan adanya hubungan antara hidup dan mati menghasilkan suatu tradisi yang disebut ‘Tradisi Megalith’ yang telah menghasilkan benda-benda yang erat kaitannya dengan perwujudan dan arwah nenek moyang.

Pada masa Megalitik, masyarakat sudah melakukan hal-hal religius.

Salah satunya adalah pemujaan terhadap leluhur yang merupakan pedoman dalam kehidupan sehari-hari dengan didirikanlah bangunan Megalith untuk penghubung roh-roh nenek moyang.

Seperti Arca Ibu Mendukung Anak. Arca ini merupakan salah satu peninggalan masa Megalitik yang menggambarkan seorang wanita atau ibu dalam posisi jongkok sedang mendukung anak di punggung.

“Arca itu (Ibu Mendukung Anak) melambangkan kesuburan,” tambah Tamzi.

Beruntungnya, peninggalan-peninggalan jejak peradaban tersebut masih bisa kita lihat hingga saat ini.

“Kebanyajan jejak-jejak tersebut banyak ditemukan di dataran Pasemah di wilayah Lahat dan Gunung Dempo, Pagaralam,” kata dia.

Lanjut ke bagian lorong lainnya, kita aka diajak menikmati masa pra sejarah Sumatera Selatan.

Mulai dari kehidupan masa berburu awal, masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut, serta masa bercocok tanam dan masa perundagian.

“Kehidupan pra sejarah ini dimulai pada masa plestosen. Itu masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana dan tingkat lanjut, ya sekitar 20 ribu tahun lalu,” ujarnya.

Di museum ini, kita juga bisa melihat Bangsal Arkeologi, yang memamerkan 12 koleksi dari dua periode (delapan koleksi arca pra sejarah dan empat koleksi arca peninggalan masa Kerajaan Sriwijaya yakni Arca Hindu dan Budha).

Selanjutnya, kita bisa mengintip tentang Kerajaan Sriwijaya yang merupakan kerajaan maritim terbesar di Nusantara pada abad ke-7 sampai 13 masehi.

“Di museum ini, pengunjung juga bisa melihat masa Kesultanan Palembang dan Kokonialisme Belanda, masa pendudukan Jepang, revolusi kemerdekaan RI, kerajinan tradisional hingga arsitektur tradisional Sumatera Selatan seperti Rumah Limas dan Rumah Ulu,” tutur dia.

Di tengah pandemi Covid-19 ini, para pelancong tetap bisa berkunjung ke Museum Negeri Sumatera Selatan dengan menerapkan protokol kesehatan.

Bagi Anda yang ingin ke museum ini bisa berkunjung mulai dari Selasa sampai Minggu. Sedangkan Senin dan Hari Libur Nasional, museum tersebut tutup.

“Biaya masuk pastinya terjangkau. Dewasa cukup membayar Rp 2.000 dan Rp 1.000 untuk anak-anak,” tutup Tamzi.

Kontributor : Rio Adi Pratama

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI