Suara.com - Juru bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) Surya Anta menggapi penangkapan yang dilakukan aparat keamanan terhadap demonstran masyarakat Papua yang menolak perjanjian New York, Sabtu (15/8/2020). Setidaknya ada 23 orang yang diamankan dari kegiatan itu.
Seperti diberitakan Jubi, penangkapan 23 demonstran itu dilakukan saat massa aksi keluar dari titik kumpul di Kantor Departemen Politik United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) di Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Sabtu (15/8/2020).
Mereka diblokade oleh Polisi yang didukung Tentara Indonesia. Massa hendak bernegosiasi dengan Polisi tetapi tidak diindahkan dan langsung diangkut dan dibawa ke kantor Polisi.
Surya menilai, cara aparat menangani aksi demonstran tidak dibenarkan. Ia merasa di Papua, masyarkat tidak bisa bebas berekspresi.
Baca Juga: Surya Anta soal Beasiswa Veronica Koman: Pemerintah Takut-takuti Pengkritik
"Cara aparat menangani Papua ya seperti yang terjadi sekarang ini. Wajar orang Papua minta menentukan nasib sendiri. Bagaimana tidak setiap aksi damai seringkali ditangkapi," kata Surya saat dihubungi Suara.com, Sabtu (15/8/2020).
"Di Papua kita tidak rasakan yang namanya reformasi dan ruang untuk kebebasan berekspresi," ia menambahkan.
Lebih lanjut, Surya menilai penangkapan yang dilakukan aparat bukanlah penyelesaian masalah. Justru hal tersebut menumbuhkan masalah baru.
"Penangkapan bukan jalan keluar atasi masalah di Papua. Malah masalah jadinya tambah ruwet," jelasnya.
Surya menuturkan, unjuk rasa dalam memperingati 58 tahun perjanjian New York juga terjadi di Jakarta hari ini, Sabtu (15/8/2020) dan melahirkan 10 pernyataan sikap.
Baca Juga: Ketua BEM Uncen Dkk Dibui karena Dituduh Makar, Surya Anta: Ini Pesanan
Mereka menganggap perjanjian tersebut bermasalah karena dilakukan tanpa melibatkan rakyat West Papua.