Suara.com - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Medan meminta pemerintah untuk melakukan pemetaan terhadap rumah sakit yang menangani pasien terinfeksi virus Corona atau Covid-19. Mengingat terus bertambahnya dokter meninggal akibat terpapar Corona.
Ketua IDI Medan dr Wijaya Juwarna mengatakan, penanganan Covid-19 harus dipetakan sehingga tidak bercampur dengan pasien non Covid-19.
"Maksud saya, dalam hal Covid-19 ini, dia kan penyakit karantina. Dan karantina itu bukan hanya soal isolasi, tapi tempatnya juga harus khusus," kata dr Wijaya, Jumat (14/8/2020).
Dokter Wijaya mengibaratkan jika penanganan Covid-19 layaknya sebuah pertempuran. Sehingga dalam hal pertempuran tersebut harus jelas wilayah dan teritorialnya.
Baca Juga: Viral Bayar UKT Pakai Receh, Pecah Celengan Gara-gara COVID-19
Menurutnya, kalau memang pertempuran tersebut harus dilakukan di air, maka tidak boleh dia dibawa ke darat sebab akan ada yang terkena dampaknya.
"Artinya, kalau pun ruang isolasi itu berstandar sesuai akreditasi, itukan dipersiapkan untuk infeksi atau penyakit hari-hari. Sementara kalau untuk wabah, tentunya kita perlu penanganan khusus lah," ujarnya.
Dia mencontohkan, banyak rumah sakit yang saat ini menangani pasien Covid-19, menempatkan ruang isolasi di lantai 3 atau lantai 5. Namun meski sudah dipisahkan dari sisi gedung, akan tetapi lalulintas masuk ke gedung rumah sakit masih satu pintu dengan pasien umum.
Sehingga, saat ada pasien yang terpapar Corona akan masuk ruang isolasi, akan melewati lalulintas utama yakni dari ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD).
"Memang petugas Covid-19 pakai APD level III, aman lah dia. Sedangkan yang petugas umum, karena itu bukan ruang isolasi, dia hanya memakai APD level II. Kalau saat itu si pasien batuk, droplet keluar, kan sangat beresiko," ucapnya.
Baca Juga: Jokowi: Perjuangan Melawan Covid-19 Sudah Luar Biasa Kita Lakukan
Untuk itu dia berharap, meski dalam hal penanganan Covid-19 pasukan utamanya adalah tenaga kesehatan (Nakes), dalam hal ini tentu dibutuhkan dukungan penuh dari pemerintah dan masyarakat.
Pemerintah, lanjutnya, harus memetakan kembali rumah sakit mana saja yang menangani Covid-19 dan mana yang menangani pasien umum.
"Misalnya kalau ada rumah sakit yang orang semua tahu kalau dia menangani pasien tumor dan pasien jantung, dan lebih bermanfaat dia di soal itu, sebaiknya tidak menangani Covid-19. Supaya pasien tumor dan jantung masih terlayani dengan baik," harapnya.
Wijaya menilai, saat ini yang terlihat adalah banyak rumah sakit yang menangani pasien Covid-19 menyediakan ruang isolasi satu gedung, hanya lantai yang berbeda. Sementara lalulintas masuk tetap satu pintu.
Dengan dilakukan pemetaan oleh pemerintah, maka ketika rumah sakit tersebut lebih cenderung menangani pasien Covid-19, tidak perlu dia menangani pasien non Covid-19 kecuali dia punya gedung terpisah.
"Makanya ada kecenderungan belakangan, tenaga kesehatan yang terinfeksi, justru bukan yang langsung menangani Covid-19," ungkapnya.
Selain pemetaan, dr Wijaya berharap siklus para dokter yang menangani pasien Covid-19, juga diatur melalui organisasi profesi ataupun perhimpunan. Sehingga tidak lagi terjadi ada dokter yang sangat lelah menangani pasien.
Sementara hal yang juga cukup penting dilakukan, menurut Ketua IDI Medan itu adalah komunikasi dan edukasi kepada masyarakat yang harus dikuatkan.
Kepada para dokter, Wijaya berharap agar tidak melakukan praktek pribadi dimasa jumlah kasus terhadap nakes yang semakin meningkat.
"Dalam hal ini kita dorong dan minta bantuan dari adik-adik fakultas kedokteran dan Pramuka untuk menguatkan masyarakat agar berfikir Corona ini benar-benar ada, bukan hoaks," jelasnya.
"Untuk rekan sejawat yang memiliki penyakit penyerta, sebaiknya menghindari praktek pribadi. Kalau bisa sampai akhir bulan ini tidak praktek dulu, sebab ini kondisi kasus tidak terkontrol," tambahnya.
Untuk diketahui, hingga Agustus 2020, IDI Medan mencatat sebanyak 8 dokter baik dokter umum maupun spesialis, meninggal dunia terpapar virus Corona.
Teranyar, dua dokter yakni dr Sabar Tuah Barus dan dr Dennis meninggal dunia di hari yang sama pada Selasa (11/8/2020). Keduanya positif terpapar Corona.
Dokter Sabar Tuah Barus yang berumur 75 tahun, sehari-hari membuka praktek di rumahnya dan sempat dirawat di Rumah Sakit Murni Teguh.
Sementara dr Dennis (32) merupakan dokter yang bertugas di salah satu klinik di Kota Medan. Ia sempat mendapat perawatan di Rumah Sakit Siloam hingga dinyatakan meninggal dunia.
Kontributor : Muhlis