Bersua Pak Bujang, Pejuang Konservasi Penyu Dalam Sunyi di Pulau Lampu

Rizki Nurmansyah Suara.Com
Jum'at, 14 Agustus 2020 | 07:10 WIB
Bersua Pak Bujang, Pejuang Konservasi Penyu Dalam Sunyi di Pulau Lampu
Kerangkeng yang dibangun Pak Bujang untuk melindungi telur penyu dari pemangsa di Pulau Lampu, Batam. [Suara.com/Bobi]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Sambil mengitari beberapa sarang, warga asli kampung Darat Pulau, Pulau Karas ini mengatakan, total ada 13 sarang penyu di sini pada tahun 2019 lalu. 7 diantaranya menghasilkan 1.072 ekor tukik, sementara 6 sisanya gagal dengan berbagai sebab, termasuk ulah manusia.

Pak Bujang mendapatkan sertifikat dari Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang. Ia mengaku akan lebih senang lagi jika ada dukungan pada peningkatan infrastruktur penyelamatan telur penyu untuk kemudian dilepasliarkan setelah menjadi tukik, edukasi, juga dukungan sosialisasi kepada masyarakat agar bisa ikut bersama-sama menjaga penyu dan habitatnya.

Dengan dukungan itu, ia meyakini upaya menjaga kelestarian spesies penyu bisa berjalan lebih baik.

Sampai hari ini, Bujang hanya mengandalkan pengalaman dan petunjuk dari orang tuanya tentang penyu. Ia tahu kapan pastinya penyu akan naik bertelur hanya dengan melihat tanda-tanda kilatan di langit dan hitungan bulan dalam kalender Hijriah. Ia tahu ciri atau gerak-gerik penyu ketika akan mengeluarkan telurnya saat sudah berada di pasir dan membuat kubangan.

Baca Juga: Abrasi Parah, Konservasi Penyu di Trisik Kulon Progo Bakal Direlokasi

Pak Bujang juga bisa menemukan di mana persisnya posisi telur penyu ketika hanya mendapati jejak kaki Penyu. Ia tidak selalu bisa melihat langsung penyu bertelur, justru lebih banyak hanya menemukan jejak kaki penyu ketika naik dan turun ke laut setelah bertelur. Karena ada kesibukan lain sebagai nelayan, tidak setiap momen penyu bertelur ia bisa lihat.

"Pas air pasang dan ada kilat agak kuning, itu pasti ada penyu bertelur," tuturnya.

Tukik yang baru menetas berkumpul di penangkaran Banyuwangi Sea Turtle foundation di Pantai Boom, Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (8/7/2020).  [ANTARA FOTO/Budi Candra Setya]
Ilustrasi - Tukik yang baru menetas berkumpul di penangkaran Banyuwangi Sea Turtle foundation di Pantai Boom, Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (8/7/2020). [ANTARA FOTO/Budi Candra Setya]

Dari pengalamannya selama bertahun-tahun, prosesi bertelurnya penyu mulai dari naik ke darat mencari lokasi, menggali lubang utama dan lubang tipuan dari pemangsa, bertelur, mengubur telur, hingga akhirnya kembali ke laut, butuh waktu cukup panjang, bisa sampai sekitar 3 atau 4 jam lamanya.

Pada prosesnya hewan yang dilindungi ini sangat sensitif. Ia mengaku tidak berani mendekat karena takut mengganggu proses penyu bertelur. Ia sempat mendapat informasi dari warga kalau ada penyu yang naik ke darat namun tidak bertelur, hal itu mungkin karena terganggu karena mengetahui keberadaan manusia.

Lain halnya bila mendekat ketika penyu telah mengeluarkan telurnya. Keberadaan manusia tidak akan mengganggu proses selanjutnya, walaupun ia tetap tidak berani untuk datang terlalu dekat dengan lokasi Penyu yang tengah bertelur itu.

Baca Juga: Sudah Hampir Punah, 120 Bayi Penyu Dilepas di Pantai Goa Cemara

"Kalau kaki belakangnya sudah menutupi lubang, itu pasti mulai bertelur," jelas Bujang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI