Kandungan nyeleneh dalam RUU Ciptaker juga menyenggol hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini berkaitan dengan ketentuan yang mengubah Izin Lingkungan menjadi Persetujuan Lingkungan, berkurangnya kewajiban melakukan AMDAL bagi kegiatan usaha, pendelegasian uji kelayakanlingkungan kepada pihak swasta, hilangnya Komisi Penilai Amdal, perubahan konsep pertanggungjawaban mutlak sehingga mengurangi tanggung jawab korporasi dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, serta berpotensi terjadinya alih tanggung jawab kepada individu.
Lebih lanjut, relaksasi atas tata ruang dan wilayah demi kepentingan strategis nasional yang dilakukan tanpa memerlukan persetujuan atau rekomendasi dan institusi atau lembaga yang mengawasi kebijakan tata ruang dan wilayah sehingga membahayakan keserasian dan daya dukung lingkungan hidup.
Selanjutnya terkait pemunduran atas upaya menghormati, melindungi, dan memenuhi hak atas kepemilikan tanah melalui perubahan UU Nomor 2 Tahun 2012 terkait dengan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, dengan membuka semakin luasnya obyek yang masuk kategori kepentingan umum, padahal tidak terkait langsung dengan hajat hidup orang banyak.
"Serta, kemudahan atas prosedur penitipan uang ganti kerugian (konsinyasi) ke Pengadilan Negeri sehingga berpotensi memicu meluasnya penggusuran paksa atas nama pembangunan," ujarnya.
Baca Juga: Komnas HAM Minta Jokowi dan DPR Hentikan Pembahasan RUU Ciptaker
Lalu, pemunduran atas upaya pemenuhan hak atas pangan dan ketimpangan akses dan kepemilikan sumber daya alam terutama tanah antara masyarakat dengan perusahaan (korporasi) dan politik penghukuman dalam RUU Ciptaker yang bernuansa diskriminatif.
Menurut Komnas HAM itu disebabkan karena lebih menjamin kepentingan sekelompok orang atau kelompok pelaku usaha atau korporasi sehingga menciderai hak atas persamaan di depan hukum.
Hal ini terkait dengan perubahan ketentuan penghukuman dari sanksi pidana penjara menjadi sanksi administrasi denda untuk pelanggaran awal, dimana sanksi pidana penjara baru berlaku apabila sanksi administrasi denda tidak dibayarkan.
Banyaknya kandungan nyeleneh dalam RUU Ciptaker tersebut mendorong Komnas HAM RI untuk mengirim rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan DPR RI untuk mempertimbangkan tidak melanjutkan pembahasan RUU Ciptaker. Menurut informasi, Komnas HAM RI akan mengirimkan rekomendasi itu kepada Jokowi, Jumat (14/8/2020) besok.
Baca Juga: Influencer Promo RUU Ciptaker, Komnas HAM: Jangan Jadi Corong Kekuasaan