Suara.com - Keputusan pemerintah membuka sekolah pada masa pandemi virus corona COVID-19 dinilai membahayakan. Tercatat 37 guru, 7 siswa, 131 santri, dan 6 ustaz terdeteksi positif viris COVID-19.
Data itu diungkapkan oleh Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) yang menyebut jumlah tersebut dirangkum hingga 10 Agustus 2020.
"Setidaknya data siswa dan guru baik di sekolah maupun pesantren, yang positif Covid-19 sampai 10 Agustus yang dimiliki," kata Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Satriwan Salim dalam keterangan persnya, Kamis (13/8/2020).
Satriwan merinci guru dan siswa positif Covid-19 itu tersebar di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur: 28 guru dari dua sekolah, Kota Surabaya, Jawa Timur: 4 guru, Kota Pariaman, Sumatera Barat: 2 guru.
Baca Juga: Corona Makin Menggila di Papua, 289 Pelajar Dinyatakan Positif Terjangkit
Kemudian Kota Solo, Jawa Tengah: 1 guru, Kabupaten Madiun, Jawa Timur: 1 guru (meninggal dunia), Kota Madiun, Jawa Timur: 1 guru, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat: 2 siswa, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat: 2 siswa, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat: 1 siswa, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah: 1 siswa, dan Kota Tegal, Jawa Tengah: 1 siswa.
Lalu tercatat juga ada 50 santri di Ponpes Gontor di dua Kab Ponorogo, 5 pengajar (ustaz) di Ponpes Kota Tangerang, 1 ustaz dan 6 santri di Kabupaten Wonogiri, 3 santri di Ponpes Kabupaten Pandeglang, dan 43 santri di Ponpes Temboro Kabupaten Magetan.
Satriwan menyebut pembukaan sekolah di zona kuning dan hijau ini sangat berbahaya, seharusnya pemerintah menyelesaikan masalah Pembelajaran Jarak Jauh dengan menyiapkan fasilitas internet dan gawai, bukan membuka sekolah pada masa pandemi.
"Tidak optimalnya pusat dan daerah menyelesaikan pelayanan terhadap proses PJJ yang sudah 2 fase ini, harusnya bukan menjadi alasan sekolah di zona kuning dibuka kembali. Sebab risiko nyawa dan kesehatan anak, guru, dan orang tua lebih besar ketimbang tertinggal dan tak optimalnya layanan pendidikan bagi anak selama PJJ," jelasnya.
Sebelumnya pemerintah secara resmi memperbolehkan daerah yang termasuk dalam zona kuning dan hijau untuk membuka pembelajaran tatap muka di sekolah pada masa pandemi virus corona covid-19.
Baca Juga: Kantor BMKG Pusat di Kemayoran Ditutup, 31 Pegawai Reaktif
Keputusan ini diambil setelah pemerintah merevisi Surat Keputusan Bersama 4 Menteri; Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran 2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Berdasarkan catatan Satgas Penanganan Covid-19 per tanggal 3 Agustus 2020 di zona kuning dan hijau berjumlah 276 kabupaten/kota dan terdapat 43 persen peserta didik di dalamnya.
Nadiem menegaskan keputusan pembukaan sekolah harus melalui izin dan pengawasan yang ketat dari Pemerintah Daerah dan Satgas Covid-19 setempat, dan yang paling penting persetujuan dari orang tua untuk mengembalikan pendidikan anaknya ke sekolah.
Nadiem memaparkan kebijakan ini ditujukan untuk Sekolah Dasar (SD/MI/SLB), Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas (SMA/MK/SMK/MAK).
Sementara untuk Pendidikan Anak Usia Dini Formal (PAUD/TK/RA/TLKB/BA), dan non-formal (KB/TPA/SPS) baru bisa dimulai 2 bulan setelah sekolah-sekolah jenjang di atasnya membuka sekolah.
Kemudian untuk pembukaan sekolah madrasah berasrama di zona hijau dan zona kuning akan dilakukan secara bertahap yakni, pada bulan pertama hanya memasukkan sebagian siswa dan baru bisa 100 persen pada bulan selanjutnya.