Suara.com - Organisasi Kemasyarakatan Nahdlatul Ulama akhirnya berubah pikiran dan memutuskan bergabung kembali dengan Program Organisasi Penggerak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (POP Kemendikbud).
Keputusan itu diambil setelah Mendikbud Nadiem Makarim menemui Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Senen, Jakarta Pusat, Rabu (12/8/2020).
"Jika kemaren mungkin ada yang menaganggap kontroversi yang sebetulnya tidak, bahwa NU menegaskan jika tetap ikut serta di dalam Program Organisasi Penggerak yang akan dilaksanakan Januari 2021 yang akan datang," kata Yahya kepada wartawan usai pertemuan.
Sementara itu, Nadiem menyatakan pihaknya sudah melakukan evaluasi terhadap permasalah POP dan menyampaikannya kepada NU agar tetap mendaftarakan Lembaga Pendidikan Maarif NU dalam programnya.
Baca Juga: DPR Minta Nadiem Perhatikan Kesenjangan Daerah Soal Kurikulum Darurat
"Kami akan terus belajar, kami akan terus menyempurnakan programnya, dan dengan dukungan organisasi masyarakat seperti PBNU kami harap program POP dan juga seluruh reformasi pendidikan nasional Indonesia bisa lebih sukses dan lebih menyeluruh, dan lebih berkualitas," ucap Nadiem.
Dengan kembalinya NU maka tersisa dua ormas pendidikan besar lainnya yakni Muhammadiyah dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang hingga saat ini masih menyatakan sikap mundur dari POP
Mereka menilai adanya konflik kepentingan dengan keterlibatan dua perusahaan besar yakni Putera Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation yang diduga menyelipkan CSR mereka dalam POP meski tanpa menggunakan APBN.
Selain itu, ketiga ormas ini menilai banyak ormas yang tidak jelas lolos seleksi POP dan pembagian programnya tidak proporsional.
Nadiem sendiri sudah meminta maaf kepada ketiga ormas dan menunda sementara POP dalam waktu 3 pekan sejak 28 Juli untuk melakukan evaluasi internal Kemendikbud yang hingga kini belum diumumkan.
Baca Juga: Mendikbud Nadiem: Jika Orangtua Tidak Setuju, Siswa Bisa Belajar di Rumah