Suara.com - Nasib seorang pejuang kemerdekaan di Solo menjadi bukti bahwa setelah 75 tahun Indonesia merayakan kebebasan dari penjajah, masih ada jalan terjal lain yang harus diperjuangkan.
Pak Min, begitu pria renta berusia 87 tahun itu dipanggil. Rambutnya memutih menutupi kulitnya yang berkerut dan terbakar sinar matahari Kota Solo.
Tujuh puluh lima tahun yang lalu, ketika usianya masih 12 tahun, ia menjadi saksi bahwa negeri ini akhirnya terbebas penjajahan bangsa Belanda.
Pak Min adalah seorang pejuang. Bahkan hingga hari ini ia masih seorang pejuang.
Baca Juga: 9 Pahlawan Nasional Paling Fenomenal, Salah Satunya Jenderal Sudirman
Dulu ketika masih muda, ia berjuang melawan penjajah. Kini, ia berjuang melawan kelaparan.
Ia kini melawan terik matahari, bersama senjata-senjatanya yang ia jajakkan untuk menghibur anak-anak.
Pak Min kini menjual mainan tradisional yang terbuat dari bambu. Tak ketinggalan pula celengan tanah liat yang ia jajakan dengan harapan bisa melatih anak-anak menabung sejak dini.
Badannya tak lagi tegap, giginya pun banyak yang tanggal. Begitulah warga Solo mendeskripsikan sosok Pak Min ketika melintas di lapaknya.
Ia menggelar jualannya di atas sebuah tikar plastik di salah satu ruas jalan Bouleverd Universitas Sebelas Maret, Solo.
Baca Juga: Riwayat Gelar Kota Pahlawan untuk Surabaya, Bukti Perjuangan Pemuda
Tidak hanya berjuang melawan panasnya siang, Pak Min juga harus bertahan di dinginnya malam dengan memindahkan lapaknya menuju kawasan Perempatan Panggung Solo.