Anak Durhaka! Ranto Mau Perkosa dan Nyaris Tembak Ibu Kandung

Reza Gunadha Suara.Com
Senin, 10 Agustus 2020 | 19:43 WIB
Anak Durhaka! Ranto Mau Perkosa dan Nyaris Tembak Ibu Kandung
Ilustrasi. (ist)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Suharianto alias Ranto ditangkap jajaran Polres Penukal Abab Lematang Ilir, Sumatera Selatan, setelah memerkosa ibu kandungnya sendiri, SM.

Saat korban menolak untuk melayani nafsu anaknya tersebut, pria berusia 34 tahun ini mencoba menembak ke arah korban menggunakan senjata api rakitan alias senpira.

Kini Ranto yang tercatat warga Talang Ubi, Kabupaten PALI harus mendekam di balik jeruji besi Mapolres PALI pada Senin (10/8/2020).

Wakapolres PALI Komisaris Rizvy mengatakan, selain pelaku, pihaknya turut menyita barang bukti berupa satu pucuk senpira laras pendek beserta dua butir amunisi AD76 dan satu butir amunisi PIN 3,8.

Baca Juga: Perkosa Gadis di Bintaro, Pelaku Awalnya Berniat Curi AC

“Pelaku sudah kami amankan,” ucap dia melalui pesan singkat pada Senin (10/8/2020).

Masih kata dia, kejadian bermula saat pelaku dan korban terjadi cekcok mulut di rumahnya.

Tiba-tiba pelaku mengambil senpira tersebut dan menembakan ke arah korban, beruntung tembakan itu meleset.

Korban yang merasa ketakutan pada saat itu langsung kabur dan melaporkan kejadian ke Mapolsek Talang Ubi.

Berdasarkan laporan korban, Tim Elang Polsek Talang Ubi langsung menuju ke lokasi kejadian guna menangkap pelaku tersebut.

Baca Juga: Rampok dan Perkosa Korban saat Sedang Tidur, Raffi: Awalnya Cuma Iseng

“Namun, saat akan kami tangkap, pelaku melawan dengan mencabut senpira dari tas sandangnya. Makanya kami berikan tindakan tegas dan terukur di kaki kiri pelaku,” ungkap dia.

Dalam kasus tersebut, pelaku terancam dijerat Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 tahun 1951. Ancaman penjara paling lama 10 tahun.

Diperkosa saat tidur

Kasus pemerkosaan masih marak terjadi di banyak daerah Indonesia. Salah satunya, juga menimpa seorang perempuan di Bintaro, Tangerang Selatan berinisial AF curhat di media sosial terkait kasus penganiayaan dan pemerkosaan yang dialaminya.

Ia mengaku diperkosa dan dianiaya oleh seorang pria berinisial RI di kawasan Bintaro, Tanggerang Selatan. 

Melalui akun sosial medianya, AF menceritakan kronologis kejadian yang dia alami pada 13 Agustus 2019 silam sekitar pukul 09.30 WIB. Ia mengungkapkan keluh kesahnya dengan menggunakan bahasa inggris.

"Tak terasa sudah hampir setahun bagi saya untuk akhirnya mengambil keberanian untuk membicarakan peristiwa ini yang telah menghantui saya sampai hari ini," tulis AF yang dikutip Suara.com, Sabtu (8/8/2020).

AF mengaku tak memiliki bukti yang kuat untuk menjebloskan pelaku ke penjara. Oleh karena itu dirinya memberanikan diri untuk curhat di media sosial.

"Saya tidak memiliki cukup bukti untuk memasukkan b*jing*n ini ke penjara, sehingga yang bisa saya lakukan adalah mengeksposnya. Foto-foto di atas berasal dari rekaman CCTV dan semua data yang dikonfirmasi yang telah saya kumpulkan," tulis AF.

AF menceritakan ketika itu dirinya sedang berada di rumah seorang diri di kawasan Bintaro. Kemudian tiba-tiba pelaku datang dan membangun kan dirinya.

"Ibu saya berangkat kerja hari itu tanggal 13 Agustus, sekitar jam 9.30 pagi.  Seseorang tampaknya dengan sengaja membangunkan saya dari tidur saya dan saya melihat siluet tinggi meninggalkan kamar saya," ucap AF dalam unggahannya.

Kemudian AF mengikuti langkah kaki pelaku hingga ke sebuah ruangan di rumah itu.  Ketika itu ia dipukul berulang kali oleh pelaku menggunakan benda tumpul hingga dia mengalami luka-luka.

"Belum sempat saya beraksi, dia memukuli saya beberapa kali dengan apa yang saya yakini sebagai sepotong logam sampai saya mengeluarkan darah dari kepala saya dan terbaring hampir tidak sadarkan diri di lantai," kata AF.

AF sadar, ia melihat pelaku tengah memegang pisau. Pelaku kata AF kemudian mengancam korban dan memperkosa korban.

"Saya melihat dia memegang pisau dan saya memintanya untuk tidak membunuh saya. Dia mengatakan kepada saya untuk tetap diam dan terus menyerang saya secara seksual, ya kata yang tepat," tutur AF.

Pelaku kata AF kemudian kabur membawa ponsel. Setelah meyakini pelaku kabur, AF kemudian keluar meminta tolong ke warga sekitar.

" Setelah dia selesai dia meninggalkan kamarku, mengancamku untuk tinggal di dalam. Aku langsung mencari ponselku tapi hilang dan bersembunyi di kamar mandiku, sampai aku yakin dia pergi. Saya berlari keluar segera setelah tidak ada tanda-tanda siapapun di rumah saya dan meminta bantuan kepada tetangga," tulis AF.

Di hari yang sama, AF langsung pergi  ke rumah sakit untuk pemeriksaan laporan kepolisian Selain itu, pelaku RI sempat mengirim pesan melalui instagramnya dan menyampaikan permintaan maafnya disertai ancaman.

"Juga di hari yang sama dia memutuskan untuk mengirim SMS kepada aku, pertama mencoba meminta maaf, lalu sekali lagi mengancamku karena dia membiarkanku hidup, dia menggunakan VPN untuk meneror IG lamaku," kata AF.

Dalam unggahannya, AF juga menyertakan foto diduga pelaku dan tangkapan layar percakapan dirinya dengan pelaku RI pasca kasus yang dialaminya.

Urgensi RUU PKS

Kondisi yang dialami AF hanyalah satu  dari sekian banyak kasus kekerasan seksual. Momentum ini juga kembali menjadi pengingat bahwa alasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual harus segera disahkan.

Sebelumnya, Pengurus LBH APIK Indonesia Asnifriyanti Damanik menyayangkan ditariknya RUU PKS dari Prolegnas. Ia juga mengungkapkan urgensi RUU PKS harus segera disahkan. 

"Jadi dalam hal ini korban kekerasan seksual kita tahu bahwa korban kekerasan seksual itu sulit mengakses keadilan. Bahkan belum sampai proses pun kita baru baca berita misalnya yang ada di Pamekasan korban akhirnya dia bunuh diri itu belum sampai terus belum lagi yang di Tangerang yang di mana dilakukan oleh lebih dari 1 orang itu akhirnya sakit dan meninggal," ujar Asnifriyanti dalam diskusi virtual beberapa waktu lalu.

Sementara Asnifriyanti juga mengungkapkan mayoritas perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual mengalami penderitaan psikologis bahkan sampai meninggal dunia.

"Mereka mengalami penderitaan psikologis dan ada yang bunuh diri seperti yang baru terjadi di Pamekasan yang meninggal dunia, di Tangerang ada yang dibunuh dan banyak dampak yang mereka alami dan di sini kalau kita lihat negara belum sepenuhnya hadir memberikan perlindungan dan pemulihan bagi korban," kata Asnifriyanti.

Lebih jauh, Ia mengatakan bahwa hingga kini belum ada aturan mengenai pemulihan, pencegahan dan proses penanganannya kepada korban.

"Pemulihan, pencegahan proses penanganannya itu sama sekali belum ada aturannya dan negara sebenarnya berdasarkan wajib menghapus diskriminasi terhadap perempuan termasuk dalam kekerasan terhadap perempuan merupakan bagian dari diskriminasi terhadap perempuan," tutur Asnifriyanti.

Kontributor : Rio Adi Pratama

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI