Suara.com - Amarah dan kesedihan bercampur jadi satu di benak LE, seorang perempuan yang baru saja kehilangan ayahnya dan mendapati jenazah ayahnya dibawa ke pulau Sumatera tanpa sepengetahuannya dan sang Ibu.
Kendati merupakan ayah tiri, namun sebagai putri tunggal di keluarganya, LE tetap menyayangi sang ayah.
"Hari ini ayah berulang tahun ke-52, dirayakan bersama Sang Pencipta. Tepat pukul 21.49 semalam, detak jantung ayah berhenti, setelah perawatan dalam ruang isolasi selama 6 hari," LE memulai cerita yang dituangkan dalam utasan Twitter yang ia buat pada Minggu (9/8/2020).
Ayah LE menderita penyakit diabetes. Ia sudah mengeluh sakit dan susah berjalan.
Baca Juga: Pabrik Mebel di Cakung Terbakar, Diduga Langgar Protokol Covid-19
Seminggu yang lalu, ayah LE mengeluh sesak napas. Hari itu pula ayahnya masuk ruang isolasi rumah sakit.
"Sejak itu kami hanya bisa berkomunikasi via ponsel yang ayah bawa," ungkap LE.
Hari kelima di rumah sakit, ayah mengeluh sesak napas yang semakin menjadi-jadi. Dokter mengatakan bahwa kondisi paru-paru ayahnya memburuk, sementara hasil swab test belum kunjung keluar.
Sore harinya, ayah LE sudah tidak mengirim pesan lewat WhatsApp dan koneksi terputus hingga hari berikutnya.
Dokter akhirnya menghubungi keluarga LE di hari ke-6 ayahnya mendapat perawatan.
Baca Juga: Kena Bogem Warga, Tim Pemulasaran RSUD Kabupaten Bekasi Lapor Polisi
Hasil tes darah menunjukkan bahwa tidak ada indikasi virus berbahaya dalam tubuh ayah LE.
Akhirnya suami LE datang ke rumah sakit karena dirinya sedang mengurus bayi kecil, sedangkan ibu LE juga tengah sakit.
"Benar, diberitahu pukul 21.49 ayah henti jantung, sudah tidak ada respons, kemudian flat line, dan dinyatakan meninggal," ungkap LE.
Saat pengurusan jenazah ayah inilah drama mulai terjadi. Dua orang sepupuya tiba-tiba muncul dan menawarkan diri untuk mengurus jenazah ayah LE.
Salah seorang sepupunya mengusulkan agar ayah LE tidak perlu mendapat perawatan jenazah sesuai protokol covid-19 karena bukan merupakan pasien covid.
Namun, LE menolak usulan itu. Ia bersikukuh tetap menuruti aturan rumah sakit yang memulasarkan jenazah ayahnya sesuai protokol Covid-19.
"Karena memang gejala sakit ayah dianggap suspect, meski belum keluar hasil swab test tetap harus ikuti protokol dong," jelas LE.
Terlebih, ibunya dan anggota keluarga yang lain juga ikhlas jika jenazah ayah LE diperlakukan sesuai protokol.
Kemudian, sepupu itu menyuruh suami LE pulang dari rumah sakit dengan alasan mereka yang akan mengurus jenazah.
Mereka mengatakan bahwa jenazah akan tiba di rumah pukul 08.00 pagi. LE pun mempercayainya karena informasi itu sama dengan yang disampaikan oleh pihak rumah sakit.
Tiba-tiba sekitar jam 07.00 pagi salah satu sepupunya meneleponnya bahwa jenazah ayahnya sudah di TPU Pondok Rangon.
"Hah? Kok udah? Katanya jam 8?" tanya LE yang terkejut mendengar kabar itu.
LE lantas bergegas menyusul jenazah sang ayah bersama ibunya menuju Pondok Rangon.
Namun sesampainya di sana, LE mendapat kabar bahwa ternyata jenazah ayahnya tidak berada di tempat itu.
"Jenazah enggak ke Pondok Rangon tapi dibawa ke Sumatera, katanya ke kampungnya," kata seseorang kepada LE.
Bak disambar petir, LE begitu terkejut mendengar kabar itu. Tubuhnya begitu lemas ketika kembali mengendarai mobil sekaligus menenangkan sang ibu yang sudah hampir pingsan.
LE menyelidiki bahwa dua sepupunya lah yang berada di balik peristiwa ini.
"Ternyata mereka sekongkol bilang ke pihak RS kalau gue, anaknya almarhum, enggak bisa dihubungi. Nyokap gue, istrinya almarhum, juga sama," ujar LE.
Selain itu, kedua sepupunya juga sempat mengancam pihak rumah sakit akan memanggil wartawan jika jenazah ayah LE tak segera diizinkan keluar.
Kekinian, jenazah ayah LE sudah kembali ke rumah sakit dan akan dimakamkan ke TPU Pondok Rangon seperti yang direncanakan sebelumnya.