Suara.com - Presiden Lebanon, Michael Aoun memberikan pernyataannya pada hari Jumat (07/08/2020). Dalam kesempatan itu, ia mengungkap tiga kemungkinan yang jadi penyebab ledakan yaitu rudal, bom atau faktor kelalaian.
Menyadur Euro News pada Sabtu (08/08/2020), Aoun masih menyelidiki kasus ini agar bisa mengetahui penyebab ledakan secara pasti.
"Penyebabnya belum ditentukan. Bisa jadi (ledakan) itu karena kelalaian atau tindakan eksternal dengan rudal atau bom," ungkapnya tiga hari setelah ledakan dahsyat di pelabuhan Beirut.
Jumlah total korban dari ledakan tersebut meningkat menjadi 154 pada hari Jumat dengan 5.000 orang lainnya terluka. Puluhan orang lainnya masih hilang.
Baca Juga: Ledakan Lebanon, Kenapa Amonium Nitrat Bisa Ada di Pelabuhan Beirut?
Sekitar 300.000 orang atau lebih dari 12% populasi penduduk Beirut, tidak bisa kembali ke rumah mereka karena ledakan tersebut.
Komentar kepala negara itu muncul ketika para pengunjuk rasa bentrok dengan polisi pada Kamis malam saat unjuk rasa anti-pemerintah di ibu kota Lebanon setelah ledakan hari Selasa.
Pengunjuk rasa melempari petugas dengan batu, menyuarakan kemarahan mereka terhadap elit politik. Mereka menuduh pemerintah lalai dan korupsi sebagai penyebab ledakan Beirut.
Sejauh ini, setidaknya 16 karyawan pelabuhan telah ditahan dan lainnya diinterogasi atas ledakan tersebut. Investigasi difokuskan pada kargo amonium nitrat yang berada di penyimpanan pelabuhan Beirut selama bertahun-tahun.
Kecurigaan muncul karena bahan kimia berbahaya itu disimpan begitu lama, dengan cara yang tidak aman, begitu dekat dengan daerah padat penduduk.
Baca Juga: Ledakan di Beirut, Lebanon: Mengapa Amonium Nitrat Bisa Sangat Berbahaya?
Sebuah laporan pengacara dari tahun 2015 mengatakan muatan berupa bahan kimia itu disimpan di pelabuhan untuk menunggu pelelangan atau pembuangan yang benar. Namun kargo itu tetap di sana sampai bencana terjadi.
Perdana Menteri Lebanon Hassan Diab telah meluncurkan penyelidikan, mengatakan dia akan meminta hukuman maksimum bagi mereka yang bertanggung jawab. Tetapi banyak yang mengarahkan kemarahan mereka jauh ke luar pejabat pelabuhan.
"Ini adalah kelalaian dari elit penguasa. Sebuah bom atom telah ada di sana selama bertahun-tahun, dan tidak seorang pun pemimpin atau penguasa melakukan apa-apa," kata seorang pria penduduk Beirut pada Euro News.
Presiden Prancis Emmanuel Macron tiba di Lebanon pada Kamis di mana dia menjanjikan bantuan internasional untuk negara itu. Namun dia mengatakan pemerintah harus memberantas korupsi dan melaksanakan reformasi ekonomi terkait hal ini.
Macron sedang berjalan melalui jalan-jalan Beirut yang rusak saat kerumunan orang berdesak-desakan di sekitarnya meneriakkan agar pemerintah mundur dan meminta bantuan internasional.
Dia menjanjikan penduduk setempat sebuah pakta politik baru dan akan memberi pemerintah Lebanon waktu hingga 1 September untuk memberlakukannya.