Sedangkan posisi Kadiv Hubinter kekinian dijabat oleh Brigjen Pol Johanis Asadoma yang sebelumnya menjabat sebagai Wakapolda Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sedangkan, Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo yang diduga menandatangani surat penghapusan red notice Djoko Tjandra dimutasi dari jabatannya menjadi Analis Kebijakan Utama Bidang Jianbang Lemdiklat Polri.
Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Argo Yowono ketika itu membenarkan isi TR Kapolri tersebut.
Argo menjelaskan bahwa Kadiv Hubinter Irjen Pol Napoleon Bonaparte dimutasi dari jabatannya lantaran dinilai lalai melakukan pengawasan.
Baca Juga: Pelarian Djoko Tjandra, ICW Desak Kejagung Reformasi Besar-Besaran
"Pelanggaran kode etik maka di mutasi. Kelalaian dalam pengawasan staf," kata Argo saat dikonfirmasi, Jumat (17/7).
Kendati begitu, belakangan Polri justru mengklaim tidak pernah menghapus red notice Djoko Tjandra.
Polri berdalih red notice yang diajukan Kejaksaan Agung RI pada tahun 2009 itu telah terhapus secara automatis karena telah melewati ambang batas waktu 5 tahun.
"Ada isu berkembang kok sudah terhapus, atau terdelete, memang di tahun 2014 itu 2009-2014 itu sudah 5 tahun itu adalah delete, delete by system sesuai dengan article nomor 51 di Interpol Rules Processing of Data. Itu pasal 51 di article 51 itu ada tertulis delete automatical disana," kata Argo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (17/7).
Argo lantas mengemukakan bahwasanya pada tahun 2015 Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri juga sempat mengirimkan surat ke Dirjen Imigrasi agar memasukkan Djoko Tjandra dalam daftar pencarian orang (DPO).
Baca Juga: Polri: Anita Kolopaking jadi Kunci Skandal Djoko Tjandra-Brigjen Prasetijo
Surat tersebut dikirimkan usai beredar kabar bahwa Djoko Tjandra berada di Papua Nugini.