Dia mengatakan Prancis akan mengkoordinasikan bantuan internasional. Namun Macron juga memperingakan "Libanon akan terus tenggelam jika reformasi tidak dilakukan."
Sistem kesehatan di jurang kebangkrutan
Saat ini kerugian yang ditimbulkan ledakan di pelabuhan itu berkisar antara USD 10 hingga 15 miliar. Gubernur Beirut, Marwan Abboud, mengatakan, saat ini sekitar 300.000 orang kehilangan rumah dan terpaksa mengungsi, demikian penjelasannya kepada stasiun televisi Arab Saudi Al-Hadath, Rabu (5/8).
Amarah penduduk sedang memuncak terhadap faksi-faksi politik di Beirut, termasuk Hizbullah yang didukung Iran dan kini ikut membentuk pemerintahan baru di bawah Perdana Menteri Hassan Diab. Budaya korupsi yang dinilai sudah akut, memicu aksi protes besar-besaran ketika perekonomian mulai ambruk sejak pertengahan tahun lalu. Pemerintah saat ini tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar sekalipun, seperti aliran listrik atau layanan pengumpulan sampah.
Baca Juga: Menlu Retno Ungkap Kondisi Terkini WNI di Lebanon Usai Ledakan di Beirut
Negeri kecil di tepi Laut Tengah itu nyaris bangkrut. Angka pengangguran melesat naik dan tabungan hidup sebagian penduduk lenyap akibat inflasi yang tinggi. Saat ini pun rumah sakit harus berjibaku menghadapi pandemi Covid-19 tanpa aliran listrik yang memadai.
Dr. Firas Abiad, Direktur Rumah Sakit Universitas Rafik Hariri, mengatakan dalam dua pekan Libanon akan menghadapi lonjakan kasus baru penularan virus corona, yang terkait kerumunan korban ledakan di rumah sakit dan pusat donor darah. "Tidak diragukan lagi tingkat imunitas kita di dalam negeri lebih buruk ketimbang sebelum ledakan, dan ini akan berdampak untuk jangka menengah dan jangka panjang," kata dia.
"Kami, semua rumah sakit di Libanon, sangat membutuhkan bantuan."
Baca Juga: Prancis Janjikan Bantuan, Lebanon Ciduk 16 Orang Terkait Ledakan di Beirut