"Ada pecahan kaca di seluruh jalan dan Anda melihat banyak, banyak yang terluka di seluruh jalan," tambah Hamade. "Semuanya (membuat saya ingat) hari terakhir perang saudara di Beirut."
Surga untuk Ayah
Di dalam lobi rumah sakit, seorang wanita muda tertunduk lesu. Ia membungkuk dalam kesedihan dan berkata pada bayinya, "Youssef, ayah ada di surga."
Tak jauh dari wanita muda itu, seorang pria tua memukul tanah berulang kali sambil terisak, tak tahu harus menyalahkan siapa atas bencana yang terjadi. Mereka adalah keluarga korban ledakan Beirut.
Baca Juga: Bantu Pencarian Korban Ledakan Lebanon, Uni Eropa Terjunkan Tim SAR
Al Jazeera sempat mewawancarai Habib Battah, seorang jurnalis dan pendiri situs berita beirutreport.com. Ia mengatakan negaranya tidak siap menghadapi bencana ini.
"Negara ini tidak siap menghadapi. Kami selalu hidup dalam ketakutan akan bencana besar. Bencana alam, gempa bumi, negara ini tidak memiliki kesiapan darurat dan tidak ada respons."
Satu hal yang membuat Battah semakin terpuruk adalah mambayangkan, bagaimana para korban bisa bertahan saat malam hari sementara semua jendela dan pintu pecah akibat dentuman.
"Saya bertanya-tanya bagaimana orang akan tidur malam ini tanpa jendela," katanya.
Baca Juga: PMI Bakal Kirim 1.000 Stok Darah Untuk Korban Ledakan di Lebanon