Suara.com - Beberapa waktu lalu, sejumlah karyawan Ambulans Gawat Darurat (AGD) Dinas Kesehatan DKI melaporkan lima orang pejabat Pemprov DKI ke Gubernur Anies Baswedan soal masalah Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Namun kelompok pegawai lainnya yang juga berasal dari unit AGD Dinkes DKI mengaku tak ikut-ikutan dalam pelaporan itu.
Kejadian ini bermula dari Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara yayasan ambulans 118 yang diakuisisi dan menjadi unit AGD Dinkes DKI habis pada Desember 2019 lalu.
PKB itu lantas tak diperpanjang Pemprov DKI dan dibuat aturan lainnya, yakni Keputusan Kepala Unit AGD Dinkes Nomor 16 Tahun 2020, berisi tentang pedoman pelaksanaan peraturan kepegawaian untuk pegawai pola pengelolaan keuangan BLUD AGD Dinkes DKI.
Baca Juga: PDIP Minta Anies Tiru Wali Kota Perempuan yang Turun Langsung Tangani Covid
Belakangan, sejumlah pegawai AGD Dinkes DKI tak sepakat dengan aturan itu karena dianggap membatasi kebebasan pegawai untuk berserikat. Akhirnya mereka meminta bantuan kepada Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia).
Aspek lalu melaporkan lima pejabat, yakni Kepala Unit Pelayanan Ambulans Gawat Darurat Dinas Kesehatan DKI, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi DKI, Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Keuangan Unit Pelayanan AGD Dinkes DKI, dan Koordinator Kepegawaian Unit Pelayanan AGD Dinkes DKI.
Ketua forum pegawai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) AGD Dinkes DKI, Dedi Warman mengatakan banyak dari pegawai AGD yang tidak setuju dengan laporan itu. Ia pun menilai pihak yang melapor tidak bisa membawa nama pegawai AGD keseluruhan.
"Kami ingin menyampaikan, kami tidak termasuk dalam pelaporan tersebut. Kami mengikuti aturan yang berlaku di AGD Dinkes," ujar Dedi di kantor AGD Dinkes DKI, Selasa (4/8/2020).
Bahkan, kata Dedi, jumlah pegawai setuju dengan Peraturan Kepegawaian yang baru itu lebih banyak. Pasalnya dari 754 pegawai, tidak sampai 200 orang yang ikut serta dalam melaporkan pejabat Pemprov DKI ke Anies.
Baca Juga: Tinjau Labsekda Rawasari, Anies Apresiasi Nakes Uji Sampel Tes Covid-19
Ia juga menyebut ada pakta integritas yang ditandatangani 80 persen pegawai Dinkes yang setuju dengan aturan itu.
"Pakta integritas ditandatangani mayoritas pegawai. Kami sebagai pegawai mengikuti aturan yang berlaku," jelas Dedi.
Dedi bersama pegawai lainnya mengaku tidak mempermasalahkan soal adanya larangan pembentukan serikat pekerja. Sebab, AGD sudah tak lagi berbentuk yayasan dan sudah menjadi bagian dari Pemprov DKI.
"AGD Dinkes ini instansi pemerintah, beda dengan instansi milik pemerintah. Kalau instansi milik pemerintah itu seperti BUMD, masih bisa melakukan hal itu (kerja sama dan serikat pekerja)," tuturnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Aspek Indonesia Sabda Pranawa Djati melaporkan lima pejabat DKI. Sebab ada indikasi bentuk menghalang-halangi pekerja untuk membentuk dan menjalankan kegiatan serikat pekerja.
Ia menganggap pelarangan ini melanggar Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Pasal 1 UU Ketenagakerjaan menyebut setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
"Jelas ditegaskan termasuk segala badan hukum atau bukan badan hukum milik negara, serta usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain," kata Sabda dalam keterangan tertulis.