Suara.com - Sebanyak 9 tokoh oposisi pemerintah telah mendeklarasikan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Perkumpulan ini akan gencar memberikan kritik terhadap pemerintah yang sekarang.
Pegamat politik Tony Rosyid berpendapat, terbentuknya KAMI sebagai bentuk sikap para tokoh yang tidak ingin perkembangan Indonesia menuju ke arah yang salah.
"Bisa hancur akibat cara yang keliru dalam mengelola negara. Zig-zag dan cenderung ugal-ugalan," kata Tony kepada Hops.id -- jaringan Suara.com, Senin (3/8/2020).
Ia menilai kebijakan pemerintah Indonesia yang keliru bermula dari ambisi infrastruktur. Akibatnya, utang negara mengalami pembengkakan luar biasa sekitar Rp7.000 triliun.
Baca Juga: Refly Harun Sebut Kasus Harun Masiku Lebih Bahaya Dibanding Djoko Tjandra
Deklarasi KAMI, menurut Tony, muncul lantaran adanya keresahan atas disahkan Undang-Undang yang ditengarai untuk melindungi para koruptor dan perampokan negara. Seperti, revisi UU KPK dan UU Minerba.
"Lahirnya KAMI adalah bagian dari bentuk keprihatinan atas bangsa yang semakin hari semakin terpuruk. Penguasa dengan semua aturan dan kebijakannya dianggap lebih berpihak pada korporasi, dari pada memikirkan nasib rakyatnya sendiri," kata Tony.
Sesuai namanya, KAMI akan fokus untuk menyelamatkan bangsa. Dengan latar belakang para tokoh yang berbeda-beda mereka optimis dapat terus berjuang mengingatkan pemerintahan.
"Bagaimana cara menyelamatkannya? Menasehati dan kritik pemerintah? Sudah. Bahkan tiap hari. Demo? Sering sekali. Apakah berpengaruh? Tidak! Lalu? Apakah mau ganti presiden dengan memintanya mundur? Pasti presiden gak bakal mau. Bisa-bisa akan dianggap makar," ujar Tony.
Ia mengatakan bahwa hadirnya KAMI yang terdiri dari tokoh lintas bidang, akan menjadi perhatian tersendiri bagi rakyat Indonesia. Terlebih jumlah tokoh yang bergabung ke koalisi ini semakin banyak dan terus mendapatkan dukungan.
Baca Juga: Rocky Gerung Hingga Din Syamsuddin Sepakat Bentuk Koalisi Kritik Pemerintah
Untuk diketahui, Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) terdiri dari sembilan tokoh dari berbagai latar belakang. Mulai dari mereka yang fokus di persoalan politik, keagamaan, dan ekonomi.