DMI Minta Masjid se-Indonesia Pasang WIFI untuk Belajar Online Siswa

Senin, 03 Agustus 2020 | 17:42 WIB
DMI Minta Masjid se-Indonesia Pasang WIFI untuk Belajar Online Siswa
Sejumlah siswa belajar secara online di serambi masjid At Taqwa Dusun XIV, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Rabu (29/7/2020). [ANTARA FOTO/Anis Efizudin]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia M Natsir Zubaidi mengajak masjid memasang WIFI untuk akses belajar online siswa selama wabah corona.

Dengan pemasangan wifi tersebut agar dapat membantu anak-anak usia sekolah yang kini diharuskan belajar jarak jauh. Sementara fasilitas mereka belum memadai.

"Masjid hendaknya bisa memasang wifi guna bantu anak usia sekolah untuk belajar di masa pandemi COVID-19 ini," kata Natsir dalam keterangan persnya, Senin (3/8/2020).

Menurut dia, Indonesia memiliki wilayah yang begitu luas sehingga terjadi disparitas fasilitas jaringan internet.

Baca Juga: Cari Sinyal untuk Belajar Online, Siswa SD Wonogiri Panjat Bukit Terjal

Maka, masjid di Indonesia agar berperan untuk membantu para siswa yang memiliki keterbatasan akses.

"Masjid yang jumlahnya sekitar 850 ribu itu bisa membantu memberikan fasilitas belajar mengajar baik kepada siswa maupun kepada relawan pegiat pendidikan," kata dia.

Dia mengatakan beberapa masjid di Indonesia memiliki kemampuan memasang wifi gratis bahkan termasuk menyediakan komputer dan stasiun pengisian daya ponsel (charging station) bagi anak usia belajar.

Tentu penyediaan itu harus tetap menjalankan protokol kesehatan yang ketat.

Natsir yang merupakan aktivis pemuda masjid tahun 1970-an mengatakan saat ini adalah momentum yang tepat untuk mengembalikan remaja aktif dan mencintai masjid dengan memberikan fasilitas kepada pusat minat mereka sehingga selain belajar mereka juga bisa beribadah dan berdoa.

Baca Juga: Demi Beli Ponsel untuk Belajar Online, Pelajar SMA Rampok Toko Emas

"Selama ini, kita melihat para pelajar diajak ramai-ramai berdoa pada saat menjelang ujian saja. Masjid harus kita fungsikan secara komprehensif sebagai tempat ibadah, tarbiyah, dakwah serta kegiatan muamalah, termasuk pemberdaya umat lainnya.

Dia mengatakan tanggung jawab pendidikan misalnya dengan instrumen wifi tersebut merupakan peran masyarakat dalam konteks tanggung jawab kepada keluarga dan masyarakat.

"Tanggung jawab pendidikan tidak hanya oleh pemerintah saja, tetapi juga menjadi tanggung jawab keluarga dan masyarakat," katanya.

Naik ke bukit

Sinyal internet jadi barang mahal di Desa Tlogoharjo, Kecamatan Giritontro, Wonogiri. Untuk mendapatkan sinyal internet, harus naik bukit terjal sejauh 1 km.

Ini dilakukan sejumlah pelajar SD hingga SMA sederajat di Desa Tlogoharjo itu. Mereka mendaki bukit terjal demi mengikuti pembelajaran secara online.

Di desa mereka sinyal Internet sangat sulit didapatkan. Al hasil, demi mendapat jaringan yang lancar untuk mengikuti pembelajaran secara online atau dalam jaringan (daring) mereka harus mendaki bukit.

Lokasi bukit bernama Bukit Jambul di Desa Tlogoharjo itu sejatinya tak terlalu jauh dari permukiman warga, yakni sekitar 1 kilometer.

Hanya, bukti tersebut terjal sehingga cukup merepotkan bagi mereka.

Saat pandemi Covid-19, pembelajaran anak sekolah dilakukan secara daring. Mencari sinyal ke bukit merupakan satu-satunya cara agar anak-anak di Desa Tlogoharjo tetap bisa mengenyam pendidikan di tengah pendemi.

Sintia Aura Putri, 10, merupakan salah satu anak yang terpaksa mendaki Bukit Jambul untuk belajar. Pelajar yang saat ini duduk di kelas 5 Sekolah Dasar (SD) 3 Tlogoharjo tersebut merupakan warga Dusun Jajar, Desa Tlogoharjo, Giritontro, Wonogiri.

Jarak antara rumahnya dengan bukit sekitar satu kilometer. Setiap hari ia bersama dengan 10 temannya jalan kaki untuk menuju bukit tersebut.

Seperti dilansir Solopos.com, Sepuluh pelajar yang mendaki bukit tersebut terdiri atas siswa SD, SMP, dan SMK.

Mereka berangkat pukul 07.00 WIB dan pulang pukul 15.30 WIB. Saat naik ke bukit, ada anak yang membawa bekal untuk makan siang dan ada yang tidak.

Jika membawa bekal, mereka bertahan dari pagi hingga sore di bukit. Jika tidak membawa bekal, saat siang mereka pulang dahulu untuk makan siang.

"Balik ke rumah kemudian kembali ke bukit tidak apa-apa. Lha gimana lagi tidak ada sinyal kalau di rumah," kata dia saat dihubungi Solopos.com, Minggu (2/8/2020).

Saat berbincang dengan Solopos.com, Sintia sudah mendaki bukit dan tengah mengirimkan tugas pelajaran Bahasa Indonesia dari sekolah bersama temannya di Bukit Jambul.

Ia mengatakan mendaki bukit tersebut tak mudah. Sintia bersama teman-temannya harus melewati bebatuan, jalannya terjal, dan menikung.

Kadang rombongan pelajar pencari sinyal itu bertemu ular di perjalanan.

"Saat perjalanan naik ke bukit kadang ada ular hijau. Teman-teman ketakutan, bahkan kadang sampai lari. Tetapi kami berusaha mencegah ular tersebut agar tidak mendekat," ungkap dia.

Saat belajar di bukit, mereka menggunakan alas tikar. Untuk menutupi terik panas matahari, mereka memanfaatkan terpal yang diikatkan di empat pohon.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI