Suara.com - Pemberangkatan haji saat ini sudah lebih banyak mengalami berbagai macam perubahan serta kemudahan jika dibandingkan pada era Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.
Selain perkembangan teknologi dan transportasi yang sudah semakin maju pada masa Kolonial Hindia Belanda umat muslim yang berangkat haji menjadi ancaman bagi mereka.
Melansir dari NU Online, pada rentang waktu tahun 1824-1859, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda melakukan pengetatan bagi umat muslim di Nusantara yang hendak berangkat menunaikan ibadah haji. Bagi mereka, haji bakal menjadi ancaman bagi para kolonial di Indonesia. Sebab, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda menilai seseorang yang pulang dari ibadah haji mempunyai potensi menggerakkan rakyat untuk melakukan pemberontakan.
Makna politis ibadah haji baru dirasakan secara serius tatkala negara Hindia Belanda berdiri sebagai penerus kekuasaan Vereenigde Oost-Insische Copagnie (VOC). Segala upaya dilakukan oleh Hindia Belanda, dari mulai pengetatan pemberangkatan dan aturan-aturan lain setelah pulang dari tanah suci.
Baca Juga: Telepon Raja Salman, Jokowi Singgung Soal Pelaksanaan Haji 2020
Ujian haji untuk mendapatkan gelar haji.
Kekhawatiran pemerintah kolonial tercermin dalam Ordonansi Haji tahun 1825, berisi pembatasan dan pengetatan jumlah haji yang berangkat. Salah satu cara untuk merealisasikannya adalah menaikkan biaya haji. Beberapa dekade kemudian, pada tahun 1859, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan ordonansi baru menyangkut urusan haji.
Adanya ordonansi baru ini terdapat pemberlakuan semacam "ujian haji" bagi mereka yang pulang dari ibadah haji. Hal ini harus dibuktikan secara benar apakah mereka telah mengunjungi Makkah.
Jika peserta lulus dalam ujian maka berhak meenyandang gelar haji dan diwajibkan menggunakan pakaian khusus haji yaitu jubah, serban putih atau kopiah putih.
Sosok Snouck Hurgrounje yang mengubah cara pandang Pemerintah Kolonial Hindia Belanda
Baca Juga: Belum ada Kasus Covid-19 selama Ibadah Haji 2020, WHO Puji Arab Saudi
Snouck Hurgrounje adalah seorang ahli Islam dari Belanda, kedatangannya mengubah pandangan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, Snouck ditunjuk sebagai seorang penasihat bagi Gubernur dan Jendral.
Nasihat Snouck tentang Islam politik banyak menganulir keijakan dari Kolonial terdahulu. Jika sebelumnya pemerintah menganggap "Islam" sebagai satu wajah yang menangui segalanya (bidang politik, ritual, spiritual dan kultural), Snouck menyarankan agar ada pemisahan.
Pemerintah kolonial, menurut nasihatnya, perlu memperhatikan tiga bidang terpisah dalam mengambil kebijakan soal Islam: yang murni agama, yang bersifat politik, dan hukum Islam (syariat).
Karena ketiganya berbeda, bagi Snouck perlu juga pemerintah Kolonial menghadapinya dengan pendekatan berlainan. Demikian pula dalam urusan haji. Bagi Snouck, jamaah haji hanya perlu dicamkan melalui sudut pandang statistik, bukan politik.
Itulah sejarah Haji di era Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda.