Suara.com - Hari raya Idul Adha identik dengan adanya penyembelihan hewan kurban yang dilaksanakan diberbagai penjuru dunia.
Ibadah kurban menemukan relevansinya dalam kehidupan sosial manusia, selain berkaitan dengan ketaatan pada Allah, penyembelihan hewan kurban juga menjadi sarana untuk saling berbagi antar sesama.
Disaat hari raya Idul Adha tiba semua lapisan eleman masyarakat Muslim akan bersama-sama menikmati hidangan dari hewan kurban.
Pendistribusian daging kurban tidak hanya dirasakan orang miskin saja namun orang kaya juga turut menerima. Dari hak yang diterima ole orang kaya dan orang miskin ternyata memiliki perbedaan.
Baca Juga: Amalan Sunah Setelah Salat di Hari Raya Idul Adha
Melansir dari NU Online, Ulama Syafi'iyyah menegaskan bahw akurban yang diterima orang miskin berstatus tamlik (memberi hak kepemilikan secara penuh), maka diperbolehkan mengalokasikan daging kurban yang mereka terima secara bebas misalnya dengan menjual, menghibahkan, menyedekahkan, memakan atau menyuguhkan kepada tamu.
Sementara kurban yang diterima oleh orang kaya tidak menjadi hak miliknya secara utuh yaitu hanya diperbolehkan menerima kurban untuk alokasi yang bersifat konsumtif.
Diperkenankan untuk memakannya dan memberikan kepada orang lain untuk dimakan seperti disuguhkan atau disedekahkan kepada tamu.
Untuk orang kaya tidak diperbolehkan menjual, menghibahkan, mewasiatkan atau alokasi serupa yang memberikan hak penuh kepada orang lain yang diberi.
Pembatasan ini agar tidak terjadi monopoli dalam pendistribusian daging kurban untuk kepentingan orang kaya.
Baca Juga: Ziarah Kubur di Hari Raya Idul Adha
Pihak yang paling berhak mendapatkan bantuan adalah orang miskin. Maka Fuqaha menandaskan "inna ghayatahu ka halil mudlahhi" yaitu orang kaya penerima sedekah kurban seperti orang yang berkurban.