Suara.com - Masih bingung dengan perbedaan kurban wajib dan sunnah? Simak penjelasan berikut.
Berkurban memiliki hukum sunnah kifayah atau kolektif. Kolektif dalam hal ini adalah apabila ada satu anggota keluarga yang melakukannya maka sudah menggugurkan tuntutan yang lainnya. Tetapi, jika tidak ada satupun yang melakukan akan dikenai hukum makruh.
Menyadur dari Nu Online, kurban dibagi menjadi dua, yakni kurban wajib dan kurban sunnah. Kurban bisa disebut wajib saat orang yang akan melakukan kurban membuat nazar.
Kurban wajib dan sunnah memiliki kesamaan yakni pada waktu pelaksanaannya. Kedua kurban ini dilaksanakan pada hari Nahar dan hari Tasyrik (10, 11, 12, dan 13 Dzulhijjah). Selain itu juga sama dalam tata cara menyembelihnya.
Baca Juga: Tak Mau Ambil Risiko Corona, Masjid Agung Sumut Tak Sembelih Hewan Kurban
Perbedaan Kurban Wajib dan Sunnah
1. Hak mengonsumsi daging bagi mudlahhi (pelaksana kurban)
Saat kurban sunnah, pelaksana kurban diperbolehkan untuk mengonsumsi dagingnya. Diutamakan memakan sedikit dan menyedekahkan sisanya.
Sedangkan kurban wajib, pelaksana haram memakannya meski sedikit. Haramnya daging tersebut juga berlaku untuk orang yang ditanggung nafkahnya seperti anak, istri, dan lainnya.
2. Kadar yang wajib disedekahkan
Baca Juga: Sapi Holstein di Surabaya Lemes Dikira Antrax, Ternyata Stres Mau Dikurban
Kadar menyedekahkan daging kurban sunnah menurut pendapat mazhab Syafi’i adalah kadar daging yang mencapai standar kelayakan umum, misalnya satu kantong plastik. Daging yang diberikan ini harus dalam kondisi mentah dan diberikan kepada fakir miskin. Selebihnya bisa dikonsumsi.
Sementara kadar wajib bagi kurban wajib adalah menyedekahkan semuanya kepada fakir miskin tanpa terkecuali. Tidak diperkenankan juga untuk diberikan sebagai hadiah kepada yang mampu. Daging yang disyaratkan harus mentah.
3. Pihak yang menerima
Pihak yang berhak menerima daging dari kurban kurban wajib hanya fakir miskin. Semua bagian meliputi daging, kulit, tanduk dan lainnya wajib disedekahkan tanpa terkecuali. Bila ada bagian kurban yang distribusinya tidak tepat sasaran, maka wajib mengganti rugi untuk fakir miskin.
Bagi penerima kurban sunnah, tidak hanya fakir miskin tapi juga yang mampu. Kurban yang diterika fakir miskin haruslah penuh. Nantinya, kurban ini boleh dijual, dihibahkan, disedekahkan, dimakan, dan sebagainya.
Sedangkan bagi yang mampu, daging pemberian kurban sunnah hanya boleh dimakan sendiri atau sebagai jamuan untuk tamu. Dilarang untuk menjual, menghibahkan, atau menyedekahkan daging tersebut.
4. Niat
Kurban wajib dan sunnah diperbolehkan untuk disembelih sendiri oleh pelaksana kurban atau perwakilan. Niat sebagai syarat dilakukan saat menyembelih atau ketika memisahkan hewan kurban dengan hewan lain. Niat boleh dilakukan sendiri atau diwakilkan orang lain.
Adapun lafal niat kurban dalam bahasa Indonesia sebagai berikut.
- Niat kurban sunnah yang diniati sendiri: “Aku niat berkurban sunnah untuk diriku karena Allah.”
- Niat kurban sunnah yang dilakukan perwakilan: “Aku niat berkurban sunnah untuk Zaid (orang yang memasrahkan kepadaku) karena Allah”.
- Niat kurban wajib yang diniati sendiri: “Aku niat berkurban wajib untuk diriku karena Allah.”
- Niat kurban wajib yang dilakukan perwakilan: “Aku niat berkurban wajib untuk Zaid (orang yang memasrahkan kepadaku) karena Allah”.
Dalam kasus tertentu, kurban wajib tidak disyaratkan niat, sedangkan kurban sunnah disyaratkan niat secara mutlak.
Itulah perbedaan kurban wajib dan kurban sunnah.
Sumber: "4 Perbedaan Kurban Wajib dan Sunnah" oleh Ustadz M. Mubasysyarum Bih