Tak Ada Listrik dan Internet, Guru Menyeberang Sungai Demi Mengajar

Kamis, 30 Juli 2020 | 17:08 WIB
Tak Ada Listrik dan Internet, Guru Menyeberang Sungai Demi Mengajar
Sejumlah siswa dan guru Sekolah Dasar Negeri (SDN) 6 Tapa dibantu warga melintasi sungai Polanggua untuk mengikuti pelajaran luar jaringan (luring) di Dusun III, Desa Langge, Tapa, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Rabu (29/7/2020). [ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Beberapa guru Sekolah Dasar Negeri (SDN) 6 Tapa di Desa Langge, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo harus menyeberangi sungai tanpa jembatan demi mengajar di rumah siswa.

Perjuangan guru ini dilakukan lantaran sebagian besar siswa di SDN 6 Tapa tidak memiliki gawai dan akses internet.

Para guru di SDN 6 Tapa rela basah kuyup saat menyeberangi Sungai Polanggua yang cukup dalam.

Bukan hanya guru, namun sejumlah murid juga ikut melintasi sungai itu untuk menuju tempat pembelajaran yang dilaksanakan di rumah siswa secara bergantian.

Baca Juga: Kritik Nadiem Makarim, Federasi Guru: Mendikbud Adalah Menteri Jarak Jauh

"Kami dan orang tua murid telah melakukan rapat untuk pembentukan kelompok belajar luring dan pada rapat itu kami mendapat dua kategori, yaitu orang tua yang memiliki ponsel pintar dan yang tidak, maka sebagian besar di SDN 6 Tapa tidak memiliki gawai dan sulit mendapat akses internet," ujar Kepala Sekolah SDN 6 Tapa, Salma Razak seperti yang dikutip Antara, Rabu (29/7/2020).

Salma juga mengatakan bahwa sekolah mereka belum memiliki akses internet, bahkan listrik sekalipun. Ini membuat proses belajar mengajar secara online selama pandemi sulit dilakukan.

Sebagai solusinya, sekolah memberikan pembelajaran offline atau luring secara berkelompok.

"Telah dibagi beberapa kelompok belajar, karena banyak siswa yang tidak bisa belajar secara daring, maka dibuat luring, seperti kelompok yang menyeberang sungai," ungkal Salma.

Seorang warga menggendong siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) 6 Tapa melintasi sungai Polanggua bersama sejumlah guru usai mengikuti pelajaran luar jaringan (luring) di Dusun III, Desa Langge, Tapa, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Rabu (29/7/2020). [ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin]
Seorang warga menggendong siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) 6 Tapa melintasi sungai Polanggua bersama sejumlah guru usai mengikuti pelajaran luar jaringan (luring) di Dusun III, Desa Langge, Tapa, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Rabu (29/7/2020). [ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin]

Kondisi ini akan semakin sulit jika air sungai sedang deras. Para guru harus meminta bantuan dari warga dan orang tua siswa di Dusun III agar bisa selamat melintasi sungai itu.

Baca Juga: Bantah Ngamuk Siswa Titipannya Ditolak, Lurah Saidun: Cuma Sampaikan...

Salma mengatakan bahwa dalam sistem belajar luring selama pandemi ini tetap dilakukan meski harus membuatnya menyeberangi sungai.

Ia menambahkan bahwa anak-anak di sekolahnya harus tetap mendapat pendidikan di rumah karena saat ini pembelajaran tatap muka di sekolah masih belum diperbolehkan.

Jalan panjang guru sambangi siswa

Kondisi yang nyaris serupa juga dialami oleh guru di SDN Cibeas Desa Sangrawayang Kecamatan Simpenan Kabupaten Sukabumi.

Kepala SDN Cibeas Nani Supartini mengaku, persoalan geografis dan kemudahan jaringan internet hingga alat komunikasi yang mumpuni ternyata tak dirasakan anak didiknya.

Nani mengemukakan, tidak setiap siswa-siswi memiliki gawai berupa ponsel pintar. Pun jika ada, maka persoalan selanjutnya yang dihadapi adalah jaringan. 

"Makanya kita melakukan pembelajaran jarak jauh menggunakan luar jaringan. Dengan teknis tatap muka dilakukan, kunjungan dari guru sesuai kelasnya masing-masing ke rumah peserta didik yang sebelumnya telah dikelompokan maksimal 5 orang per kelompok," ujarnya kepada Sukabumiupdate.com-jaringan Suara.com.

Langkah tersebut, menurutnya, menjadi salah satu alternatif yang harus dilakoni di tengah Pandemi Covid-19.

Sebelum memutuskan hal tersebut, ia melakukan pemetaan terlebih dahulu terhadap tempat tinggal siswa dan membentuk kelompok belajar (pokjar) untuk tiap kelas. Lalu, mengingat tidak semua siswa memiliki smartphone, maka lembar tugas menjadi solusi pemerataan hak siswa.

"Kita melakukan pendataan nomor smartphone siswa dan orang tua bagi yang memiliki, selanjutnya membuat grup WhatsApp sekolah, grup WhatsApp kelas, dan grup ini berfungsi sebagai sumber informasi, konsultasi dan referensi. Tapi baik yang punya smartphone atau yang tidak, semua mendapatkan lembar tugas yang sama," jelasnya.

Dijelaskannya, semua siswa diusahakan memiliki buku pelajaran yang dipinjamkan sekolah. Kemudian guru atau wali kelas menyiapkan lembar tugas untuk satu minggu yang harus diambil oleh orang tua sesuai jadwal yang sudah dibuat sekolah per kelasnya.

Lembar tugas tersebut, kemudian dikumpulkan kembali pada akhir pekan oleh orang tua dan kemudian orang tua siswa mengambil tugas baru untuk minggu berikutnya.

"Untuk kelompok yang tempat tinggalnya berdekatan, pengumpulan dan pengambilan lembar tugas bisa diwakilkan oleh salah satu dari orang tua kelompok belajar masing masing. Selain anak-anak mengisi lembar tugas, mereka juga mengisi lembar aktivitas harian yang harus ditandatangani orang tuanya," jelasnya.

Masih kata Nani, tempat belajar pun diupayakan dilakukan di rumah orang tua peserta didik yang kondisinya nyaman dan memadai, dengan memperhatikan protokol kesehatan. Adapun guru di SDN Cibeas saat ini ada 6 orang dengan jumlah siswa 74 orang.

Dari catatan Nani, kunjungan terjauh guru dihitung dari jarak sekolah, ada yang mencapai lima kilometer, yakni ke Kampung Cisantri dan Cibutun.

"Tentunya orang tua didik harus menjadi pendamping anak-anaknya selama belajar di rumah, saat anak mengerjakan tugas yang telah diberikan. Kita juga mengingatkan kepada orang tua saat melakukan pendampingan tidak boleh memarahi anaknya sebelum dan sesudah belajar," bebernya.

"Kegiatan guru kunjungan juga dilakukan seminggu sekali dan ada juga dilakukan dua minggu sekali ke tiap pokjar. Mengingat guru juga perlu dilindungi, jangan terlalu sering berinteraksi, takut terpapar ketika di perjalanan maupun di lokasi pokjar," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI