"Ini saja yang tersisa," kata Eta, sambil menunjuk piyama berwarna merah dan celana pendek hijau yang melekat di badannya saja yang kini jadi harta bendanya yang tersisa.
Tak hanya sedih memikirkan harta bendanya yang tak lagi tersisa, sejumlah pertanyaan juga berkecamuk di pikirannya.
Apakah ada bantuan dari pihak luar untuknya dan korban lain? Adakah bantuan untuknya mengurus segala kelengkapan berkas yang hangus tak tersisa? Bagaimana mempertanggungjawabkan barang-barang yang belum lunas dibayar?
Malam itu, Eta merasakan ada sedikit hal yang tak biasa. Teman-teman yang biasa bertandang lama di rumahnya, pulang lebih awal. Adiknya yang rajin begadang, sudah tidur sebelum tengah malam.
Baca Juga: Jamaah Tarekat Naqsabandiyah Laksanakan Salat Idul Adha
Ketidakbiasaan itu ternyata membawa musibah. Eta ditemani adiknya, keduanya sama-sama tak sempat mengurus diri. Juga tak bisa tidur di sisa hari.
Di sudut lain, para korban lainnya berbagi posisi, berteduh di sisi sebuah tembok. Mereka menghadap sebuah meja panjang yang ditempati beberapa Taruna Siaga Bencana (Tagana) Kota Batam.
Mereka mendata korban, menaksir kerugian, sebagai laporan untuk Dinas Sosial (Dinsos) Kota Batam yang menaungi.
Zaimarni, Tagana Kota Batam yang telah selesai melakukan pendataan menuturkan, kerugian dari hangusnya 4 buah rumah dan seisinya ini ditaksir mencapai Rp 1 miliar. Angka itu didapat dari laporan para korban.
Pada prosesnya, Tagana akan tetap membuka posko darurat yang belum memiliki atap ini untuk memudahkan warga yang ingin berdonasi.
Baca Juga: Jokowi Serahkan Sapi Kurban Seberat 1 Ton ke Masjid Istiqlal
Bagaimana api menghanguskan rumah warga ini, tampaknya tak menarik lagi bagi para korban.